Maksimalkan Koordinasi dan Sinergi, Pengelolaan BUMN Disarankan Satu Pintu
Pengelolaan BUMN harusnya satu pintu. Hal ini untuk memaksimalkan koordinasi dan sinergi.
IDXChannel - Pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harusnya satu pintu. Hal ini untuk memaksimalkan koordinasi dan sinergi.
Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Toto Pranoto mengatakan, integrasi pengelolaan BUMN satu pintu harusnya dilakukan dan menjadi prioritas. Jika dilakukan maka akan banyak manfaatnya untuk pengelolaan BUMN.
"Ada banyak manfaat jika satu pintu, yakni koordinasi untuk mendapatkan sinergi yang optimal agar dijalankan dengan lebih baik. Kemudian pola pembinaan dan pengawasan BUMN bisa dalam satu SOP, sehingga penilaian dan monitoring kinerja bisa lebih terkelola dengan baik," kata Toto lewat keterangan tertulisnya, Kamis (4/7/2024).
Hal ini berkaca dari kasus kredit macet yang dialami BUMN yang berada di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI (Indonesia Eximbank).
Dia melanjutkan, BUMN yang masih berada di kementerian menunjukkan hal anomali.
"Apalagi pembentukan BUMN di bawah Kementerian Keuangan seperti PT SMI atau PT PII, dibuat pada saat sudah ada lembaga Kementerian BUMN," katanya.
Dia menambahkan, ada kemungkinan Kemenkeu ingin fokus dan kendalikan BUMN baru yang bergerak di bidang keuangan.
"Karena sejatinya Kemenkeu adalah pemegang saham BUMN, sementara KBUMN adalah kuasa pemegang saham BUMN, yang juga berarti sebagai pihak yang diberi mandat oleh UU mewakili Kemenkeu dalam kelola BUMN," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, berkaca dari kasus kredit macet di PT LPEI, hal itu sama dengan kasus-kasus fraud lainnya yang sempat menerpa di beberapa BUMN.
"Hal itu menunjukkan bahwa kualitas pengawasan masih bermasalah. Artinya dewan pengawas yang mewakili owner yaitu Kemenkeu juga dianggap kurang kompeten," katanya.
Untuk diketahui, LPEI membukukan kredit macet (non-performing loan) gross yang mencapai 43,5 persen atau Rp32,1 triliun dari pinjaman yang disalurkan Rp73,8 triliun.
Namun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) malah mengajukan penyertaan modal negara (PMN) Rp10 triliun untuk LPEI yang bermasalah itu.
Hal itu terungkap ketika Rapat Kerja Kemenkeu dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta Pusat, Senin lalu (1/7/2024).
Saat itu, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Rionald Silaban meminta kucuran modal untuk membiayai penugasan khusus ekspor (PKE) kepada LPEI untuk peningkatan dari kapasitas delapan PKE dan juga penambahan empat PKE baru.
(NIY)