ECONOMICS

Manufaktur Asia Melemah di Mei 2025, Tarif AS dan Lesunya Permintaan China Jadi Pemicu Utama

Ibnu Hariyanto 02/06/2025 14:16 WIB

Aktivitas manufaktur di Asia mengalami kontraksi pada Mei 2025. Hal ini disebabkan lemahnya permintaan dari China.

Aktivitas manufaktur di Asia mengalami kontraksi pada Mei 2025. Hal ini disebabkan lemahnya permintaan dari China. (foto: iNews Media)

IDXChannel- Aktivitas manufaktur di Asia mengalami kontraksi pada Mei 2025. Hal ini disebabkan lemahnya permintaan dari China dan meningkatnya tekanan dari tarif dagang yang diberlakukan oleh Amerika Serikat. 

Dilansir Channel News Asia, Senin (2/6/2025), situasi ini menunjukkan prospek ekonomi regional yang cenderung memburuk. Padahal sebelumnya Asia dikenal sebagai kawasan dengan pertumbuhan tinggi.

Negara-negara yang sangat bergantung pada perdagangan, seperti Jepang dan Korea Selatan, mencatat penurunan lanjutan dalam sektor manufakturnya. Kebijakan tarif otomotif dari Presiden AS Donald Trump menambah ketidakpastian, membebani kinerja ekspor dan menekan kepercayaan pelaku usaha.

Data resmi dari China menunjukkan aktivitas manufaktur di negara tersebut menyusut untuk bulan kedua berturut-turut. Kondisi ini mencerminkan pelemahan ekonomi China  turut berdampak ke seluruh kawasan.

Banyak negara Asia belum mencapai kemajuan berarti dalam negosiasi dagang dengan AS, yang menyebabkan perusahaan-perusahaan enggan meningkatkan produksi atau investasi. Ketidakpastian ini memperpanjang periode kehati-hatian dalam strategi bisnis mereka.

Bahkan ekonomi Jepang dan Korea Selatan sudah mengalami kontraksi sejak kuartal i 2025 dan tren penurunan berlanjut pada Mei. Di Jepang, indeks PMI manufaktur tercatat di 49,4, sedangkan Korea Selatan berada di angka 47,7. Indeks PMI keduanya masih berada di bawah ambang batas pertumbuhan.

Selain itu, ekspor murah dari China akibat lemahnya permintaan domestik turut memberikan tekanan deflasi pada negara-negara tetangga. Negara-negara seperti Vietnam, Indonesia, dan Taiwan juga mengalami kontraksi aktivitas manufaktur berdasarkan survei swasta.

Sementara Jepang dan AS berencana mengadakan putaran baru perundingan dagang menjelang KTT G7. Jepang menyatakan kesepakatan tidak akan dicapai tanpa konsesi AS atas tarif yang dikenakan. 

Di tengah ketegangan ini, Trump terus memperkeras sikapnya dengan menggandakan tarif baja dan aluminium secara global. Kebijakan baru AS ini menambah ketidakpastian dalam perdagangan internasional.

(Ibnu Hariyanto)

SHARE