ECONOMICS

Manufaktur Asia Semakin Tak Pasti Memasuki 2024, Posisi Indonesia Kuat

Maulina Ulfa - Riset 02/01/2024 18:34 WIB

Sebagian besar sektor manufaktur di Asia menutup 2023 dengan kinerja yang lemah.

Manufaktur Asia Semakin Tak Pasti Memasuki 2024, Posisi Indonesia Kuat. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Sebagian besar sektor manufaktur di Asia menutup 2023 dengan kinerja yang lemah.

Hal tersebut dikarenakan aktivitas ekonomi yang lesu di China dan negara maju lainnya yang mengurangi permintaan terhadap barang-barang berbasis ekspor di kawasan tersebut.

Melansir Bloomberg, Selasa (2/1/2024), sebagian besar wilayah Asia mengalami perlambatan dalam pesanan baru dan volume produksi sepanjang Desember di tengah lemahnya permintaan, menurut indeks manajer pembelian manufaktur yang diterbitkan oleh S&P Global.

Dalam laporan terbaru, biaya input juga dilaporkan meningkat dan kinerja rantai pasokan memburuk.

Jika melihat data, salah satu pusat manufaktur Asia, Taiwan, juga melaporkan penurunan PMI Manufaktur menjadi 47,1 pada bulan Desember 2023 dari sebelumnya 48,3 pada bulan November.

Kondisi serupa juga terjadi pada PMI Manufaktur S&P Global Thailand yang turun menjadi 45,1 pada Desember 2023 dari 47,6 pada bulan sebelumnya. Angka tersebut menunjukkan kontraksi paling tajam di bidang manufaktur sejak Juni 2020, karena output menyusut untuk pertama kalinya sejak Agustus 2021 sementara pesanan baru turun lebih cepat di tengah kondisi ekonomi yang melemah. (Lihat grafik di bawah ini.)

PMI Manufaktur S&P Global Korea Selatan turun sedikit menjadi 49,9 pada bulan Desember 2023 dari 50 pada bulan November, menandakan kondisi operasional yang stabil secara umum pada akhir tahun 2023. Meskipun kinerja ekspor negara ini membaik, S&P Global mencatat adanya penurunan pesanan baru setiap bulannya karena melemahnya perekonomian dalam negeri dan melambatnya permintaan China.

Di China, ukuran aktivitas pabrik swasta menunjukkan sedikit peningkatan pada bulan lalu dibandingkan dengan ukuran resmi yang lebih luas yang jatuh ke level terendah dalam enam bulan.

PMI Manufaktur NBS resmi di China secara tak terduga turun menjadi 49,0 pada bulan Desember 2023 dari 49,4 pada bulan sebelumnya. Angka ini juga meleset dari perkiraan pasar sebesar 49,5.

Kontraksi ini merupakan kontraksi aktivitas pabrik selama tiga bulan berturut-turut dan laju tertajam dalam enam bulan terakhir. Hal ini disebabkan oleh lemahnya pemulihan akibat pelemahan properti, risiko deflasi, dan meningkatnya tantangan global.

Presiden China Xi Jinping dalam pernyataan terbarunya berjanji untuk memperkuat momentum ekonomi dan penciptaan lapangan kerja dalam pidato pada hari Minggu (31/12/2023).

Aktivitas manufaktur di Asia Tenggara juga menyusut pada Desember, dengan Thailand, Malaysia, Myanmar dan Vietnam masih berada di zona merah.

Meski demikian, sejumlah negara di Asia masih menunjukkan penguatan kinerja manufaktur. Indonesia termasuk negara dengan indeks PMI manufaktur yang masih ekspansif sepanjang Desember 2023. Indeks PMI manufaktur RI berada di jalur ekspansif 52,2 dibanding November sebesar 51,7. Sementara PMI manufaktur Filipina berada di angka 51,5 di bulan Desember 2023 di mana industri manufaktur keduanya sebagian besar didukung oleh konsumen dalam negeri.

“Meskipun penurunan yang terjadi baru-baru ini di sektor manufaktur ASEAN secara keseluruhan hanya bersifat ringan, tanda-tanda pelemahan permintaan yang semakin besar dapat mengakibatkan pengurangan produksi baru saat kita memasuki tahun 2024,” kata ekonom S&P Global Maryam Baluch, mengacu pada 10 negara blok Asia Tenggara.

Data PMI terbaru dari Asia menunjukkan bahwa pemulihan mungkin masih jauh bagi pusat manufaktur dunia.

“Produsen di seluruh wilayah mengharapkan peningkatan pesanan baru untuk membantu mendukung pertumbuhan di tahun mendatang,” imbuh Maryam Baluch.

Selain itu, adanya tantangan yang lebih besar dalam perdagangan global karena kekeringan El Nino menyebabkan kembalinya inflasi pangan. Sementara serangan di Laut Merah menghambat rantai pasokan komoditas penting seperti minyak.

Pelemahan yang terus berlanjut di kawasan ini akan menambah hambatan terhadap pertumbuhan global yang diperkirakan akan kembali melambat pada tahun ini. (ADF)

SHARE