Masuki Musim Kemarau, Pemerintah Diminta Antisipasi Potensi Polusi Udara
Potensi terjadinya polusi tersebut sangat lah besar, sehingga membutuhkan penanganan sejak dini.
IDXChannel - Pemerintah diminta mengambil langkah antisipasi terkait potensi terjadinya polusi udara seiring mulai masuknya musim kemarau yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.
Terlebih, bahkan sebelum kemarau terjadi, dalam sebulan terakhir beberapa kota besar di Indonesia masuk dalam 10 besar kota dengan tingkat polusi terburuk di dunia, seperti Jakarta, Medan, Tangerang Selatan, dan sejumlah kota lainnya.
"Pemerintah, baik di level pusat maupun daerah, perlu segera mengantisipasi potensi masifnya polusi udara saat memasuki musim kemarau," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, dalam keterangan resminya, Minggu (11/8/2024).
Potensi terjadinya polusi tersebut, menurut Eddy, sangat lah besar, sehingga membutuhkan penanganan sejak dini.
Eddy mencontohkan, pada hari ini saja, Minggu (11/8/2024), situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 16.57 WIB mencatat Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta indeks AQI poin sebesar 109, atau berada dalam kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif.
Kategori tersebut menunjukkan bahwa kualitas udara di wilayah tersebut tidak sehat bagi manusia untuk beraktivitas di luar ruangan.
"Kita semua sudah memahami bahaya polusi di musim kemarau dan dampak yang ditimbulkannya terhadap kesehatan warga, khususnya balita dan warga berusia lanjut. Jadi mestinya ada tindakan preventif yang dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya, dan jangan kita seakan tak berdaya menghadapi polusi udara akut," ujar Eddy.
Menurut Eddy, kementerian dan pemerintah daerah juga sudah seharusnya turut mengambil tindakan konkret berdasarkan cakupan wilayah dan otoritas kerja masing-masing.
"Jangan menunggu sampai polusi udara sampai pada tingkat yang membahayakan kesehatan dan baru kita bertindak," ujar Eddy.
Eddy menjelaskan, selama tiga tahun berturut-turut masyarakat telah mengalami polusi masif di Jakarta dan kota-kota besar lain, yang sedemikian buruk dan berbahaya untuk kesehatan.
"Maka sudah seharusnya menjadi evaluasi dan pemicu agar program pencegahannya dilakukan secara cepat," ujar Eddy.
Eddy juga menegaskan, sumber polusi udara di kota besar yang berasal dari sektor transportasi, pembangkit listrik dan industri perlu segera ditangani, atara lain melalui pembatasan penggunaan transportasi pribadi nonlistrik, percepatan ekosistem kendaraan listrik, penggunaan BBM kualitas tinggi atau BBM Nabati, serta mendorong penggunaan solar panel untuk industri dan rumah tangga.
Secara khusus, Eddy kembali meminta agar percepatan co-firing gas di pembangkit listrik di sekitar kota-kota besar bisa segera ditingkatkan, di samping pembangunan pembangkit energi terbarukan yang progresnya juga masih tertatih-tatih.
"Solusi bukan sekadar penanganan jangka pendek yang sifatnya sementara. Perlu solusi jangka panjang mengatasi polusi udara, salah satunya dengan percepatan transisi energi yang terencana, dimulai dengan peningkatan penggunaan gas bumi pada PLTU, dilanjutkan dengan pembangunan sumber energi terbarukan lainnya yang sudah direncanakan, namun masih belum terlaksana," ujar Eddy.
(taufan sukma)