Miliki Pasar yang Besar, MenKopUKM Minta ASEAN Berpihak ke UMKM
Negara-negara di ASEAN memiliki potensi pasar yang sangat menjanjikan bagi dunia usaha tak terkecuali bagi UMKM.
IDXChannel - Negara-negara di ASEAN memiliki potensi pasar yang sangat menjanjikan bagi dunia usaha tak terkecuali bagi UMKM.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menilai, ASEAN perlu untuk meningkatkan daya saing demi kepentingan pertumbuhan ekonomi domestik dan kawasan. Apalagi populasi penduduk ASEAN mencapai 679 juta jiwa atau 8 persen dari total penduduk dunia.
“ASEAN memiliki pasar yang besar. Begitu pula dengan kekayaan sumber daya alam, potensi industri pariwisata, dan jumlah penduduk yang signifikan. ASEAN harus berpihak pada pelaku UMKM agar memiliki peluang dan kesempatan bersaing yang setara dengan industri besar,” tegasnya dalam acara Opening Ceremony 6Th ASEAN IB Summit di Nusa Dua, Bali, Rabu (23/8/2023).
Teten menambahkan, pertumbuhan ekonomi sebagian negara ASEAN berada di atas rata-rata pertumbuhan dunia, yakni diperkirakan mencapai 5 persen di tahun 2024.
Atas dasar itulah ASEAN kerap menjadi target dari produk crossborder di luar ASEAN. “ASEAN harus berpihak kepada pelaku UMKM agar memiliki peluang dan kesempatan bersaing yang setara dengan industri besar dan ASEAN harus bersatu agar menjadi pusat produksi dunia bagi UMKM,” ujar Teten.
ASEAN juga dikatakan perlu memberikan peluang sinergi ekspor impor produk barang dan jasa antar sesama negara dan menyediakan data yang akurat dari dan untuk UMKM.
“Kita juga perlu memperkuat ekosistem digital bagi UMKM dimulai dari peningkatan literasi digital, equal playing field dalam e-commerce, tidak adanya praktik predatory pricing dari produk impor legal maupun ilegal sampai dengan menghadirkan akses keuangan yang mudah berbasiskan rekam data transaksi untuk credit scoring,” ucap MenKopUKM.
Peningkatan kapasitas dan kualitas UMKM baik dari produk hingga model bisnis juga dikatakan menjadi hal penting. Lalu diperlukan juga peningkatan sinergi, tidak terbatas hanya kepada pelaku UMKM namun juga industri besar di semua negara anggota ASEAN dengan memoderasi peran sebagai produsen, manufaktur, dan trading hub regional.
Ia menekankan, ASEAN juga harus memastikan masyarakatnya berpihak pada produk lokal dan regional karena ASEAN didominasi oleh kelas menengah yang yang tumbuh pesat dan berdaya beli tinggi. “Kami meyakini bahwa Asia Tenggara sangat relevan untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia,” katanya.
Sementara itu, Chair dari ASEAN Economic Ministers (AEM) Jerry Sambuaga menyebut, adanya keselarasan antara pencapaian 2 Priority Economy Deliverables Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023 dengan tujuan dari IB Summit.
“Pencapaian dua prioritas ekonomi keketuaan Indonesia untuk ASEAN yaitu penandatanganan protokol kedua amandemen AANZFTA yang mengenalkan bab baru UMKM dan Kerangka Negosiasi Digital Economy Framework Agreement (DEFA) yang berkontribusi signifikan untuk mempromosikan digitalisasi UMKM sejalan dengan semangat dengan agenda IB Summit,” tegas Jerry.
Selanjutnya, United Nations-Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UN-ESCAP) Armida Salsiah Alisjahbana turut menyampaikan pentingnya transformasi bentuk usaha terhadap bisnis inklusif dalam mendukung misi sosial dan lingkungan.
“Bisnis Inklusif berbeda dari bisnis biasa karena mereka turut memprioritaskan kepentingan manusia dan lingkungan di samping keuntungan, dan itu merupakan akselerator penting jika kita ingin tetap pada jalur utama pencapaian SDGs. ESCAP berkomitmen untuk mengarusutamakan bisnis inklusif,” ungkap Armida.
Deputy Director General, Department of SME Promotion, Ministry of Industry and Commerce Laos Toulakham Phomsengsavanh menambahkan, “Peningkatan kesadaran di antara para pemangku kepentingan adalah syarat mendasar untuk mendorong bisnis inklusif yang mendorong pada terjalinnya kolaborasi promosi antar bisnis inklusif di tingkat nasional dan regional”
Mendukung usulan Indonesia dalam memprakasasi terbentuknya AMSEF, World Benchmarking Alliance, lembaga yang melakukan benchmarking perusahaan-perusahaan paling berpengaruh di dunia, menyatakan bahwa pendanaan untuk UMKM masih sangat terbatas sehingga transformasi bentuk usaha menjadi bisnis inklusif masih menjadi tantangan.
“Dari penilaian yang kami lakukan terhadap 400 lembaga keuangan terbesar yang terdiri dari perbankan, manajer asset, dan perusahaan asuransi, hanya 23% menyatakan telah melakukan pembiayaan untuk UMKM. Sehingga ini adalah usulan yang sangat bijak bagi ASEAN untuk memiliki sumber pembiayaan khusus bagi pelaku UMKM di Kawasan,” ujar Dio Herdiawan Tobing, Kepala Kebijakan Publik untuk Asia, World Benchmarking Alliance.
(DES)