Minim Komunikasi, Begini Konflik Eco City Rempang Menurut Pakar Hukum
yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat di Indonesia adalah meliputi, pertama, adalah kejahatan genosida.
IDXChannel - Proyek pembangunan Eco City Park di kawasan Pulau Rempang terus disorot lantaran sempat memantik konflik dengan masyarakat setempat.
Bentrokan dinilai dapat terjadi lantaran pemerintah masih belum berhasil membangun komunikasi yang baik dan efektif dengan masyarakat, sehingga rawan terjadi salah paham dan mis-persepsi atas program yang telah disiapkan untuk kawasan tersebut.
Meski demikian, Pakar Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan, Agus Surono, memastikan bahwa tidak adanya unsur pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat dalam konflik agraria yang terjadi di daerah tersebut.
"Peristiwa yang terjadi di Pulau Rempang, tidak dapat dikualifikasikan sebagai Pelanggaran Berat HAM, sebagaimana dimaksud pada UU No 26 Tahun 2000," ujar Agus, dalam keterangan resminya, Rabu (20/9/2023).
Agus menilai bahwa secara yuridis berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU 26 Tahun 2000 menyebut bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Sementara, menurut Agus, yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat di Indonesia adalah meliputi pertama ada kejahatan genosida.
"Yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama," tutur Agus.
Kejahatan genosida dapat dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok.
"Kemudian menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain," ungkap Agus.
Kedua, Agus menjelaskan, bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik, yang diketahuinya bahwa serangan itu ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional.
"Kemudian penyiksaan, lalu perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara," ungkap Agus.
Selain itu, bisa juga dalam bentuk penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa; atau kejahatan apartheid.
Sedangkan, Agus menyebut bahwa pelanggaran HAM adalah tindakan yang bersifat sistematis dan meluas.
"Kedua kata tersebut merupakan kata kunci yang bersifat melekat dan mutlak dan harus ada pada setiap tindakan pelanggaran HAM berat, khusus kaitannya dengan kejahatan terhadap kemanusiaan," papar Agus.
Berdasarkan UU, Agus mengatakan bahwa tidak unsur sistematis dan meluas dalam kejadian di Pulau Rempang.
"Sebab ada faktor penting dan signifikan yang membedakan antara pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana biasa menurut KUHP atau Perundang-undangan pidana lainnya," tegas Agus. (TSA)