Miskinkan Koruptor, PPATK Minta Ada UU Perampasan Aset
PPATK mendorong pemerintah segera membuat Undang-Undang Perampasan Aset. Keberadaan aturan ini sangat penting dan mendesak dalam upaya pemberantasan korupsi.
IDXChannel - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendorong pemerintah segera membuat Undang-Undang Perampasan Aset. Keberadaan aturan ini sangat penting dan mendesak dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Sehubungan dengan banyaknya permintaan penjelasan lebih lanjut mengenai salah satu hasil pertemuan saya sebagai Kepala PPATK dengan Menteri Hukum dan HAM (pada) tanggal 15 Februari (2021) yang lalu , berikut saya sampaikan penjelasan tambahan kami mengenai RUU Perampasan Aset yang kami nilai sangat urgent untuk perbaikan kinerja pemberantasan kejahatan ekonomi di Indonesia," ujar Kepala PPATK Dian Ediana Rae dalam keterangan pers, Rabu (24/2/2021).
Adapun poin-poin yang mendasari PPATK untuk mendorong adanya RUU Perampasan Aset. Diantaranya:
Pertama, tingkat pemberantasan tindak pidana ekonomi, termasuk korupsi, narkoba, perpajakan, keuangan dan lain-lain tingkat keberhasilannya dinilai relatif rendah.
Salah satu penyebabnya faktor penjera dan deterrent masih sangat tidak memadai. Dalam hal ini perampasan seluruh aset hasil tindak kejahatan ekonomi merupakan faktor penjera atau deterrent faktor yang hrs dilakukan.
Kedua, kejahatan ekonomi merupakan kejahatan canggih (sophisticated) dengan segala bentuk rekayasa keuangan (financial engineering) dan rekayasa hukum (legal engineering) sehingga mempersulit proses hukum di pengadilan maupun proses penyitaan konvensional.
Ketiga, recovery aset kerugian negara atau kerugian sosial-ekonomi dari kejahatan-kejahatan ekonomi masih sangat rendah, sehingga belum cukup membantu keuangan negara dalam upaya membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Keempat, penindakan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yang seharusnya menyertai tindak pidana ekonomi, dapat dilakukan secara progresif berdasarkan UU No.8 Tahun 2010 masih terbatas realisasinya.
Lima, RUU Perampasan Aset dianggap termasuk
menangani persoalan aset hasil tindak pidana tersangka atau terdakwa meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, atau tdk diketahui keberadaannya, atau terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
Keenam, salah satu ketentuan penting RUU Perampasan Aset ini bahwa perampasan aset tidak digantungkan kpd penjatuhan pidana thd pelaku tindak pidana. PPATK tentu saja menyerahkan tindak lanjut dari RUU ini kepada pihak Pemerintah dan DPR. Harapan PPATK tentu RUU ini dapat segera dibahas dan disahkan menjadi UU. (RAMA)