Modernisasi Koperasi, RUU Perkoperasian Diyakini Bisa Lebih Adaptif
RUU Perkoperasian diyakini sejumlah pihak akan menjadikan kelembagaan ini akan tangkas, agile, dan adaptif dalam menjalankan berbagai jenis usaha
IDXChannel – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian diyakini sejumlah pihak akan menjadikan kelembagaan ini akan tangkas, agile, dan adaptif dalam menjalankan berbagai jenis usaha hingga puluhan tahun ke depan.
"Tujuan yang hendak dicapai dari perubahan RUU Perkoperasian yakni mendorong koperasi menjadi lebih sehat, kuat, mandiri, dan tangguh," tegas Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi pada saat menjadi pembicara kunci secara virtual dalam acara Stadium Generale Akademi Inovator Koperasi (AIK) di Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Zabadi menerangkan, terdapat lima upaya dalam menjadikan koperasi agar bisa tangkas, agile, dan adaptif di masa kini dan di masa yang akan mendatang. Pertama, membuka kesempatan dan mendorong koperasi dapat menyelenggarakan usaha/bisnis di seluruh lapangan usaha.
Kedua meningkatkan pelindungan kepada anggota dan badan hukum koperasi dari berbagai potensi penyimpangan atau tindak pidana yang terjadi. Ketiga yaitu meningkatkan standar kepatuhan dan tata kelola yang baik sesuai dengan jati diri/identitas koperasi.
Keempat adalah memodernisasi kelembagaan koperasi sehingga lebih tangkas dan kompatibel dengan tantangan zaman. Lalu kelima memperkuat ekosistem perkoperasian pada umumnya dan simpan pinjam pada khususnya (dengan adanya Otoritas Pengawas Koperasi dan Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi).
Namun Zabadi menekankan revisi RUU tersebut akan memodernisasi koperasi di masa mendatang. Berbagai ketentuan diperbarui seperti keanggotaan, permodalan, dan tata kelola.
"Pada sisi modal diperkenalkan istilah modal anggota sebagai modal yang bersumber dari anggota dengan karakteristik dapat dinyatakan dalam satuan tertentu. Tujuannya untuk memotivasi anggota meningkatkan partisipasi modalnya. Kemudian dalam tata kelola diadopsi dua model yakni Jenjang Dua dan Jenjang Tunggal, di mana masyarakat dapat memilih salah satunya," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Komite Indonesian Consortium For Cooperative Innovation (ICCO) Firdaus Putra memaparkan, banyak koperasi yang sedari awal pendirian tidak merumuskan model dan prospektus bisnisnya dengan baik. Sehingga koperasi cenderung dikelola sebagai aktivitas sambilan, bukan selayaknya perusahaan profesional.
Dijelaskannya, banyak pengurus koperasi yang tidak memperoleh honor. Terkonfirmasi dari survei yang diselenggarakan ICCI dengan responden 614 koperasi pada Juli 2022, menemukan sebanyak 40,5 persen pengurus dan 49,8 persen pengawas tidak menerima honorarium sama sekali.
Diungkapkan Firdaus, ditemukan fakta bahwa 70,1 persen koperasi tidak memiliki manajer/kepala operasional. Sehingga sulit membayangkan koperasi dikelola dengan serius dan sungguh-sungguh bila SDM kuncinya saja tidak memperoleh remunerasi yang layak.
“Kemudian sebagian besar menerima honor hanya di bawah dua juta rupiah, pengurus sebesar 44,3 persen dan pengawas sebanyak, 42,4 persen,” tandas Firdaus. (FHM)