ECONOMICS

Momen Idul Adha, Inflasi Juni 2023 Melandai, Harga Pangan Kok Masih Mahal?

Maulina Ulfa - Riset 03/07/2023 12:15 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat inflasi month to month (m-to-m) Juni 2023 sebesar 0,14 persen.

Momen Idul Adha, Inflasi Juni 2023 Melandai, Harga Pangan Kok Masih Mahal? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat inflasi month to month (m-to-m) Juni 2023 sebesar 0,14 persen.

Secara year on year (y-on-y), pada Juni 2023 terjadi inflasi sebesar 3,52 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 115,00. Tingkat inflasi year to date (y-to-d) Juni 2023 sebesar 1,24 persen.

Angka ini terpantau melandai dari inflasi bulan sebelumnya yang mencapai 4 persen. Ini juga menjadi penurunan inflasi lanjutan bagi Indonesia.

Meski demikian, BPS mencatat tingkat inflasi bulanan Juni lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya sebesar 0,09 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Momen Idul Adha, Inflasi Pangan Justru Melandai

Pada momen Idul Adha 2023, banyak masyarakat muslim Indonesia berpesta menikmati daging kurban untuk disantap, terutama bagi keluarga tidak mampu.

Selama perayaan Idul Adha, terdapat komponen harga bergejolak yang mengalami inflasi sebesar 0,44 persen. Adapun komoditas yang dominan memberikan andil terhadap inflasi adalah daging ayam ras, telur ayam ras, bawang putih, dan ketimun.

Berdasarkan rilis BPS, sepanjang 2019-2023 terjadi inflasi pada momen hari raya Idul Adha kecuali pada tahun 2020 yang justru mengalami deflasi.

Secara historis, tingkat inflasi di momen Idul Adha relative lebih rendah dibanding inflasi pada periode Ramadhan dan Idul Fitri.

Menurut paparan BPS, andil inflasi sejumlah komoditas pangan utama juga terlihat konstan pada setiap perayaan momen Idul Adha. Pada Idul Adha 2019, cabe mewah dan cabai rawit menjadi penyumbang andil inflasi pada saat momen hari raya tersebut.

Pada Idul Adha 2021, sejumlah komoditas pangan utama kompak menyumbang andil inflasi seperti cabai rawit, cabai merah, dan bawang merah dan berlanjut di perayaan Idul Adha 2022. Sementara pada 2023, andil dominan inflasi di momen Idul Adha oleh daging ayam, ras dan telur ayam ras yang masing-masing menyumbang 0,06 persen dan 0,02 persen.

Di sisi lain, mengutip Sindonews.com, Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), Indonesia sejak lama mengalami kesenjangan konsumsi makanan yang lebar, yang berakar dari kesenjangan pendapatan.

Kesenjangan dalam konsumsi makanan terlihat jelas pada jenis makanan penting yang harganya mahal sehingga tidak mampu dijangkau masyarakat kelas bawah, seperti daging.

“Pada 2022, rata-rata penduduk di persentil tertinggi atau 1 persen kelas terkaya mengkonsumsi 5,31 kg daging kambing dan sapi per kapita per tahun, 294 kali lebih tinggi dari rata-rata penduduk di persentil terendah atau 1 persen kelas termiskin yang hanya mengkonsumsi 0,02 kg daging per kapita per tahun,” tulis Ideas.

Efek turbulensi ekonomi global yang kini makin terasa ditakutkan akan menghantam kelompok miskin di Indonesia dan menyebabkan kesenjangan konsumsi daging cenderung akan makin memburuk.

Menurut Ideas, kurban berpotensi besar memperbaiki akses kelompok miskin pada pangan penting yang harganya mahal seperti daging. Akses yang lebih merata akan menurunkan tingkat ketimpangan konsumsi daging.

Sementara mayoritas harga bahan pokok terpantau mengalami kenaikan menjelang hingga pasca Idul Adha.

Terpantau harga komoditas pangan utama seperti beras, daging ayam ras, daging sapi, bawang merah, minyak goreng, hingga gula pasir terpantai melandai per 30 Juni 2023. Namun, berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) pada periode jelang Idul Adha yang jatuh pada 29 Juni 2023, harga-harga terpantau melambung. (Lihat tabel di bawah ini.)

Ideas juga memproyeksikan potensi ekonomi kurban Indonesia tahun ini mencapai Rp24,5 triliun. Nilai ini berasal dari 2,08 juta umat muslim yang berencana kurban (shahibul qurban) pada tahun ini.

Ideas menjelaskan proyeksi ini menurun tipis dibandingkan dengan tahun 2022 yang diestimasikan mencapai Rp24,3 triliun dari 2,17 juta orang pekurban. Artinya, ada penurunan sekitar 90.000 pekurban pada tahun 2023.

Estimasinya, dari 2,08 juta keluarga muslim berdaya beli tinggi yang berpotensi menjadi shahibul qurban ini, kebutuhan hewan kurban terbesar adalah kambing-domba sekitar 1,23 juta ekor. Sementar itu, sapi-kerbau sekitar 505.000 ekor.

“Dengan asumsi berat kambing-domba antara 20-80 kilogram (kg) dengan berat karkas 41 persen serta berat sapi-kerbau antara 250-750 kg dengan berat karkas 57 persen, maka potensi ekonomi kurban 2023 dari sekitar 1,74 juta hewan ternak ini setara dengan 103,0 ribu ton daging,” tulis Ideas Kamis (29/6/2023).

Dengan demikian, kehadiran kurban di tengah resesi global dan tingginya inflasi ini menjadi oase yang sangat berarti bagi mereka yang lebih membutuhkan.

“Meski pandemi kini telah berakhir dan mobilitas masyarakat telah sepenuhnya normal, namun resesi global telah melemahkan kembali pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Melemahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga pangan dan energi, yang antara lain terlihat dari inflasi saat Ramahan dan Idul Fitri tahun ini yang baru saja berlalu," imbuh Ideas. (ADF)

SHARE