Pabrik BioMethane Komersial Pertama di Indonesia Diresmikan
Dalam mendukung program transisi energi, Pemerintah Indonesia melalui berbagai dokumen dan kebijakan telah menyusun target,
IDXChannel - Pabrik BioMethane komersial pertama di Indonesia dengan merek dagang BioCNG diresmikan di areal perkebunan milik United Kingdom Indonesia Plantation (Ukindo) di Desa Blangkahan, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Senin (22/1/2024).
Peresmian pabrik yang dikelola oleh PT Kis Biofuel Indonesia dengan skema BOOT (Build Own Operation and Transer) itu dilakukan dengan penandatanganan prasasti dan pemotongan pita oleh Bupati Langkat Syah Afandin; Direktur BioEnergi pada Direktorat Energi Batu Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Edi Wibowo dan Direktur Pelaksana Unilever Oleo Chemical, Sai Krishna.
Ikut menyaksikan peresmian itu, CEO Agro Eastern Plantation (AEP), Budi Purwanto; Direktur AEP, Kuna Srinivasan, CEO KIS Group, K.R Ragunath dan Komisaris PT KIS Green Techonology Projects, Yasmine Surachman.
Peresmian juga ditandai dengan pelepasan pertama pengiriman BioCNG ke pabrik oleochemical PT Unilever.
Pabrik BioCNG ini merupakan terobosan dan pelopor di Asia Tenggara yang memproduksi energi bersih menggantikan bahan bakar fosil. BioCNG merupakan bio gas terkompresi (CBG) yang memiliki energi bersih yang ramah lingkungan, serta bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar yang dapat diubah menjadi energi listrik, maupun energi lainnya. Sumber dari bio gas ini adalah limbah perkebunan sawit.
CEO KIS Group KR Raghunath, menyampaikan bahwa hari ini adalah hari yang bersejarah bukan hanya untuk Indonesia, tapi industri kelapa sawit secara keseluruhan. Di mana produksi BioCNG secara komersial bisa dilakukan dalam skala besar. Kapasitas terpasang dari pabrik ini mencapai 350 MMBTU per hari dan akan terus ditingkatkan hingga 12 bulan ke depan.
BioMethane/BioCNG perdana produksi mereka itu juga telah dikirim ke Unilever Oleochemical Indonesia untuk digunakan sebagai bahan bakar green menggantikan bahan bakar fosil yang digunakan sebelumnya. Unilever Indoneisa menargetkan mencapai NetZero dengan mengganti bahan bakar fosil dengan BioMethane.
"Ini proyek pertama kali dari 25 proyek BioCNG plant yang sudah direncanakan. Kami membutuhkan 25 proyek BioCNG Plant ini secara keseluruhan untuk memenuhi syarat kontrak pasokan BioCNG yang sudah kami Tanda tangani dengan beberapa pihak termasuk Pertamina dan PGN," kata Raghunath.
KIS Group, jelas Raghunath menargetkan pembangunan 25 pabrik bio-CNG dengan total nilai investasi mencapai USD 110 juta dapat dirampungkan akhir tahun 2024 ini. Proyek ini diklaim akan mampu mengurangi emisi karbon sebesar 3,7 juta ton CO2 per tahun dan menghasilkan 3,7 juta kredit karbon per tahun.
"Untuk pembiayaan pembangunannya sepenuhnya dari internal perusahaan," tegasnya.
Plt Bupati Langkat, Syah Afandin, mengapresiasi peresmian pabrik BioCNG milik PT KIS Group. Pabrik ini merupakan pabrik BioMethane baru pertama dijalankan di Indonesia dan PT Ukindo patut dijadikan contoh untuk perusahaan perkebunan lain di Kabupaten Langkat.
“Ukindo ini PT yang membanggakan, saya berharap PT ini menjadi contoh untuk PT yang lain. Ini pertama di Indonesia yang menggunakan BioMethane untuk menjadikan energi bersih yang ramah lingkungan dan bisa dimanfaatkan, dimana bekerja sama dengan Unilever tentunya mereka mau memikirkan dampak kesehatan dan lingkungan,” kata Syah Afandin.
“Saya memberikan rasa hormat yang setinggi tingginya. Saya atas nama pemerintah Kabupaten Langkat berterima kasih karena tenaga kerja yang digunakan juga merupakan masyarakat kabupaten Langkat. Saya harap Ukindo bisa melebarkan sayap di Kabupaten Langkat,” lanjut Syah Afandin.
Direktur BioEnergi pada Direktorat Energi Batu Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Edi Wibowo, mengucapkan selamat atas peresmian pabrik BioCNG tersebut. Dengan Pabrik BioCNG PT KIS ini diharapkan dapat menjadi salah satu upaya positif dari KIS Group dalam turut serta mensukseskan program peningkatan pemanfaatan EBT dalam bauran energi nasional
Pemerintah Indonesia, kata Edi, berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang kemudian dikuatkan melalui dokumen Enhanced NDC (ENDC) dan sejalan dengan kebijakan Long-term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR 2050) menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
"Melalui dokumen ENDC, target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia pada tahun 2030 dengan kemampuan sendiri sebesar 31,89%, sedangkan target dengan dukungan internasional sebesar 43,20%," jelasnya.
Dalam mendukung program transisi energi, Pemerintah Indonesia melalui berbagai dokumen dan kebijakan telah menyusun target, strategi dan program pemanfaatan energi baru terbarukan secara bertahap, terukur dan cepat. Diantaranya adalah dengan menetapkan target pemanfaatan EBT sebesar 23% pada tahun 2025 sebagaimana tertuang dalam Kebijakan Energi Nasional.
"Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM juga telah menyusun Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi energi fosil. Diantaranya terobosan yang sedang dalam tahap kajian adalah pemanfaatan biogas skala besar atau industri sebagai pengganti LPG yakni Bio-CNG atau CBG (Compressed Biomethane Gas)," tukasnya.
Kementerian ESDM dalam pengembangan pemanfaatan BioCNG telah melakukan berbagai upaya antara lain dengan menerbitkan SNI 9164 Biometana untuk Bahan Bakar di tahun 2023 lalu bersama BSN, serta melakukan go live dan launching Perizinan Berusaha KBLI 35203 pengadaan gas bio yang mengampu perizinan bahan bakar biogas sebagai bahan bakar bersama Kementerian BKPM.
Selain itu, kerja sama Kementerian ESDM dengan beberapa mitra kerja sama telah turut melakukan upaya Pengembangan Proyek BioCNG melalui proyek Pembangunan plant, pengerjaan pre-feasibility study, kajian keekonomian, kajian kebijakan tata niaga dan kajian industri serta bahan baku BioCNG.
"Harapan kami dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, BioCNG dapat dimanfaatkan untuk menggantikan LPG non-subsidi untuk sektor industri dan komersil (12 dan 50 kg), sebagaimana yang diketahui sebagian besar suplai LPG berasal dari impor (sebesar 74%) sehingga berdampak pada defisit neraca perdagangan. Proyek BioCNG diharapkan dapat menjadi salah satu opsi solusi dalam usaha Pemerintah menurunkan impor LPG," terangnya.
Pengembangan Proyek BioCNG di industri kelapa sawit tentunya akan membantu Perkebunan / Pabrik Kelapa Sawit dalam mengurangi emisi karbon, mengatasi masalah limbah serta membantu industri terdekat untuk lebih memanfaatkan EBT sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan dekarbonisasi.
Adapun, langkah pengembangan dan pembangunan proyek BioCNG ini tentunya akan membantu membuka lapangan kerja hijau bagi masyarakat sekitar yang kemudian memberikan multiplier effect bagi pembangunan ekonomi yang lebih baik dan berkelanjutan.
"Kami berharap plant BioCNG ini akan berjalan dengan baik dan memberikan kontribusi signifikan dalam mendukung transisi energi di Indonesia, khususnya dalam rangka pemanfaatan biogas menjadi energi. Kami menyadari masih terdapat peluang-peluang inovasi baik dari segi teknologi dan kebijakan yang dapat dilaksanakan untuk mendukung pencapaian target pemerintah. Berbagai tantangan dalam pengembangan akan hadir namun sinergi yang solid adalah kunci untuk keberhasilan transisi energi di Indonesia," tutupnya.
(SAN)