Para Petinggi Keuangan Global Nantikan Pertemuan Trump dan Xi Jinping, Begini Harapannya
Para pemimpin keuangan global Trump dan Xi Jinping bisa bertemu pada akhir bulan ini. Sebab, prospek ekonomi global ditentukan dalam pertemuan tersebut.
IDXChannel – Perselisihan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas dalam beberapa pekan terakhir. Pertemuan antara pemimpin dua ekonomi terbesar dunia, yaitu Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping, dinanti-nantikan oleh pemimpin keuangan global.
Para pembuat kebijakan di sektor keuangan itu berharap Trump dan Xi Jinping bisa bertemu pada akhir bulan ini. Sebab, prospek ekonomi global ditentukan dalam pertemuan tersebut.
Terlebih lagi pertemuan antara Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington DC bercampur antara rasa lega karena kebijakan tarif Trump terhadap China tidak menyebabkan perlambatan yang lebih dalam, namun ada kekhawatiran akan risiko yang akan datang.
Meskipun kecemasan sebagian besar terjadi di balik layar, dengan hanya sedikit pejabat yang bersedia memberikan pendapat publik tentang perebutan kekuasaan, Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, mendesak para pembuat kebijakan di sektor keuangan untuk tidak panik.
"Pesan kami kepada semua orang adalah: tetap tenang," ujarnya dalam sebuah wawancara pada hari Kamis dengan Bloomberg Television.
"Dan kepada China: Berhati-hatilah, jangan memprovokasi negara lain untuk melihat Anda sebagai ancaman bagi perekonomian mereka," sambungnya.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng diperkirakan bertemu minggu depan untuk merundingkan langkah-langkah eskalasi baru-baru ini. Pertemuan tersebut bakal digelar setelah Bessent menegur seorang negosiator China dalam konferensi pers awal pekan ini, dan menggambarkannya sebagai "tidak waras" dan mungkin telah "bertindak nekat."
Diskusi itu akan dilakukan menjelang kemungkinan pertemuan antara Trump dan Xi Jinping di Korea Selatan di sela-sela KTT para pemimpin Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik.
Awal pekan ini, Georgieva memperingatkan bahwa negara-negara tidak boleh berpuas diri mengingat meningkatnya kekhawatiran fiskal, dan utang publik global yang berada di jalur untuk melampaui 100 persen PDB pada akhir dekade ini, tertinggi sejak 1948. Selain itu, Argentina sedang menderita depresi mata uang dan siap mendapatkan bantuan USD20 miliar dari AS.
Direktur Senior Pusat GeoEkonomi di Dewan Atlantik di Washington dan mantan penasihat di IMF, Josh Lipsky, mengatakan suasana tidak suram ketika para pejabat terakhir kali berkumpul di Washington pada April lalu, hanya beberapa minggu setelah Trump mengumumkan putaran kenaikan tarif terbesar sejak 1930-an. Namun, eskalasi ketegangan antara AS dan China yang baru muncul memupuskan optimisme apa pun.
"Ada dikotomi aneh antara merasa lebih baik daripada bulan April, namun tetap sangat khawatir tentang semua risiko, yang bisa menjadi titik kritis kapan saja," kata Lipsky.
"Ketegangan itu terasa sepanjang minggu, bercampur antara lega dan cemas," lanjutnya.
Salah satu yang menjadi perhatian yaitu proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 3,2 persen pada tahun ini dan 3,1 persen pada tahun depan, keduanya jauh di bawah rata-rata historis sekitar 3,7 persen.
“Jika risiko perdagangan terwujud, pertumbuhan global bisa lebih rendah sebesar 0,3 poin persentase,” ujar direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, Krishna Srinivasan, kepada Haslinda Amin dari Bloomberg TV.
Namun, pada akhir minggu ini, ada tanda-tanda bahwa Trump dan Xi akan bertemu dan menyelesaikan beberapa perbedaan. Itulah harapan negara-negara ekonomi kaya dan miskin yang terjebak di tengah perang dagang, dengan taruhan besar untuk memastikan perselisihan tidak meluas.
"Kami memantau situasi dengan sangat cermat. Saya sekarang cukup berharap banyak hal dapat diselesaikan dalam pertemuan antara Presiden Trump dan Presiden Xi Jinping," kata Menteri Keuangan Jerman Lars Klingbeil.
Sementara itu, pasar ekuitas yang mendekati rekor terguncang sepanjang minggu oleh drama perdagangan terbaru.
Analisis oleh Bloomberg Economics menemukan bahwa perang dagang yang kembali terjadi antara China dan AS, ditambah dengan ancaman gelembung AI yang akhirnya meletus, menimbulkan dampak sebesar USD1,4 triliun terhadap pertumbuhan dunia.
(Febrina Ratna Iskana)