ECONOMICS

PDB Israel Nyungsep 20 Persen, Bukti Perang Bawa Kesengsaraan Ekonomi

Maulina Ulfa - Riset 11/03/2024 17:15 WIB

Perekonomian Israel dilaporkan mengalami kontraksi sebesar 20,7 persen secara tahunan pada kuartal IV-2023.

PDB Israel Nyungsep 20 Persen, Bukti Perang Bawa Kesengsaraan Ekonomi. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Perekonomian Israel dilaporkan mengalami kontraksi sebesar 20,7 persen secara tahunan pada kuartal IV-2023. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan awal penurunan sebesar 19,4 persen dan menyusul revisi kenaikan sebesar 1,4 persen pada kuartal III-2023, menurut perkiraan kedua.

Hal ini menandai penurunan terdalam sejak kuartal II-2020, ketika perang dengan Hamas berdampak besar pada perekonomian, menyebabkan mobilisasi pasukan cadangan, pembatasan masuknya pekerja Palestina, perpindahan penduduk, dan runtuhnya industri pariwisata. (Lihat grafik di bawah ini.)

Konsumsi swasta merosot 27,3 persen (vs 1 persen di kuartal III) dan investasi anjlok 68,4 persen (vs -1,9 persen). Pada saat yang sama, impor turun 42,4 persen dan ekspor turun 19,8 persen. 

Sementara itu, belanja pemerintah melonjak sebesar 83,7 persen terutama disebabkan oleh biaya perang dan kompensasi yang diberikan kepada dunia usaha dan rumah tangga yang terkena dampak konflik. 

Meskipun demikian, perekonomian Israel masih berhasil tumbuh sebesar 2 persen sepanjang tahun 2023. Namun, sebelum serangan tanggal 7 Oktober, perekonomian Israel diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,5 persen.

Dampak Ekonomi dan Biaya Perang Tak Murah

Serangan Israel ke Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023 sudah memasuki bulan kelima. Namun demikian, hanya ada sedikit indikasi bahwa pertempuran dan tekanan terhadap perekonomian Israel akan mereda dalam waktu dekat.

Pada November 2023, Bank of Israel memproyeksikan bahwa invasi Israel yang dilakukan di Gaza, Palestina tersebut akan menimbulkan total biaya sekitar USD53 miliar hingga 2025. 

Perkiraan ini didasarkan pada perkiraan peningkatan pengeluaran pertahanan dan lainnya, ditambah dengan penurunan pendapatan pajak. Besarnya aktivitas militer yang disaksikan Israel dalam hal durasi, intensitas, dan biaya belum terlihat belakangan ini.

Perang Gaza tahun 2014, juga dikenal sebagai Operation Protective Edge by the Israel Defense Forces (IDF), berlangsung selama lebih dari sebulan dan berdampak signifikan terhadap perekonomian Israel. 

Hal ini mengakibatkan kerugian sebesar ILS7 miliar (USD1,96 miliar), tidak termasuk gaji cadangan dan biaya persenjataan angkatan udara. Untuk memulihkan stabilitas keuangan, pemerintah menerapkan pemotongan anggaran sebesar ILS2 miliar (USD559 juta) di semua kementerian, kecuali Kementerian Pertahanan.

Melansir riset International Institute for Strategic Studies (IISS), biaya personel untuk 360.000 tentara cadangan menjadi mobilisasi terbesar Israel sejak Perang Yom Kippur tahun 1973. Jumlah ini memberikan tekanan besar pada keuangan publik Israel. 

Pemerintah Israel memperkirakan biaya tersebut mencapai USD41 juta per hari pada tahap awal pertempuran. Durasi perang yang kini mencapai lima bulan membuat biaya personel tambahan bisa mencapai sekitar USD4,2 miliar hingga Januari.

Perang ini juga mempunyai dampak buruk lainnya terhadap perekonomian Israel. Pasukan cadangan mewakili sekitar 8 persen angkatan kerja Israel, yang berarti mobilisasi menyebabkan berkurangnya pasokan tenaga kerja. Kerugian ekonomi tidak langsung yang ditimbulkan mencapai ILS2,5 miliar (USD684 juta) dalam lima minggu pertama operasi.

Kondisi ini menyebabkan terjadinya guncangan lain pada pasar tenaga kerja. Misalnya, sebelum Oktober 2023, diperkirakan 75 ribu warga Palestina dari Tepi Barat dan 12 ribu dari Gaza memiliki izin kerja Israel. Jumlah ini ditambah dengan sekitar 15 ribu pekerja tidak berdokumen yang bekerja di bidang perdagangan seperti konstruksi dan pekerjaan rumah tangga.

Israel membekukan izin bagi pekerja Palestina setelah tanggal 7 Oktober, dan rencana untuk menutupi kekurangan dengan mempekerjakan pekerja asing dari India belum membuahkan hasil. Hal ini menunjukkan bahwa kesulitan tenaga kerja di Israel akan tetap ada, setidaknya untuk jangka pendek hingga menengah.

Israel juga menghadapi kerugian besar akibat tingginya pengeluaran senjata IDF. IISS memperkirakan, sebelum konflik terjadi, Israel mengalokasikan sepertiga anggaran pertahanannya untuk peralatan serta penelitian dan pengembangan.

Israel bahkan menerima tambahan USD3,3 miliar dari Amerika Serikat melalui alokasi Pembiayaan Militer Asing.

Meskipun masih terlalu dini untuk memperkirakan biaya material dari operasi militer saat ini, kemungkinan besar anggaran Israel di masa depan akan meningkatkan belanja pengadaan untuk menambah amunisi yang digunakan dan menambah stok pertahanan.

(YNA)

SHARE