Pemerintah Diminta Buat Aturan Pemanfaatan Ruang Udara, Kenakan Pajak Karbon Bagi Pesawat Asing
INACA meminta pemerintah untuk menerbitkan aturan baru terkait pemanfaatan ruang udara.
IDXChannel - Asosiasi Pengusaha Maskapai atau Indonesia National Air Carriers Association (INACA) meminta pemerintah untuk menerbitkan aturan baru terkait pemanfaatan ruang udara. Terutama, mengenakan pajak karbon bagi pesawat asing yang melintas.
Ketua INACA, Denon Prawiraatmadja, mengatakan hal ini menyesuaikan aturan di industri yang berkembang di negara-negara lain. Saat ini sudah banyak negara menetapkan maskapai yang tidak menggunakan bahan bakar ramah lingkungan dikenakan pajak tambahan jika melintas di ruang udara negara tersebut.
"Itu sebabnya INACA mendorong pengelolaan ruang udara nasional, itu harus ada Undang-Undangnya. Sehingga kalau ada maskapai lain yang lewat airspace-nya Indonesia, penerapan tarif carbon tax-nya juga harus didesain oleh Indonesia," ujarnya di acara Indonesia Aero Summit 2025, Rabu (30/7/2025).
Denon menjelaskan, setiap pesawat asing yang masuk dan keluar Indonesia akan membuang emisi karbon di udara. Sehigga, perlu diatur dalam regulasi demi mencapai target net zero emission Indonesia pada 2026.
"Sehingga kalau misalnya ada maskapai lain yang lewat di airspace Indonesia, penerapan pentarifan carbon tax -nya juga harus di desain oleh Indonesia. Karena setiap negara yang dilewati pesawat itu buang karbon di negara mereka itu kena carbon tax," kata dia.
Sebagai contoh Singapura yang mulai menerapkan pajak karbon pada 2026. Maskapai yang melintas ruang udara harus memiliki ketentuan minimal 1 persen bahan bakar yang digunakan bersumber dari bahan ramah lingkungan atau sustainable aviation fuel (SAF).
"Singapura itu, mulai 1 Januari 2026 itu mandat 1 persen dengan SAF. Kemudian konsekuensinya, kalau kita belum ada mandat (penggunaan SAF) tetapi pesawat rute internasional kita terbang di wilayah udara lain yang sudah mandat, itu akan kena carbon tax," kata dia.
Pajak karbon yang digunakan itu akan dibebankan kepada setiap penumpang. Artinya, ada komponen pembentukan harga tiket tambahan yang praktis menimbulkan kenaikan tarif penerbangan.
"Contohnya kalau sekarang ada rute Garuda ke Amsterdam, itukan lewatin juga sebagian besar Mainland (China), nah itu akan kena carbon tax, per penumpang," kata Denon.
(NIA DEVIYANA)