ECONOMICS

Pemerintah Ingin Gandeng China Garap Sawah di Kalteng, Ini Kata Ahli Pangan

Tangguh Yudha/MPI 30/04/2024 03:27 WIB

Pemerintah berencana menggandeng China dalam menggarap sawah di Kalimantan Tengah (Kalteng). Hal itu pun mendapat tanggapan dari pengamat pangan dari ITB.

Pemerintah Ingin Gandeng China Garap Sawah di Kalteng, Ini Kata Ahli Pangan. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Pemerintah berencana menggandeng China dalam menggarap sawah di Kalimantan Tengah (Kalteng). Hal itu pun mendapat tanggapan dari pengamat pangan ITB, Prof. Dwi Andreas Santoso.

Menurutnya, kerja sama yang dilakukan belum tentu memberikan hasil yang maksimal. Sebab, meskipun China memiliki sumber daya manusia yang lebih banyak dalam pengembangan padi hibrida, namun belum tentu para ahli ini mampu menghadapi segala jenis tantangan dan persoalan yang tersaji di wilayah Kalimantan Tengah.

Ia menyebut para ahli lokal lah yang seharusnya digaet Pemerintah karena mereka memiliki pengalaman yang lebih tentang segala persoalan di Kalimantan Tengah daripada para ahli China yang cenderung belum pernah bercocok tanam di tanah Indonesia.

"Kalau nanti rencananya di Kalimantan Tengah, saya tahu persis karena saya mengalami sendiri, melakukan uji coba di tahun 2020-2021 itu persoalannya luar biasa. Persoalan yang paling penting di sana adalah tata kelola air," kata Andreas dalam program Market Review yang ditayangkan di YouTube IDX Channel, Senin (29/4/2024).

"Lalu apakah China punya tata kelola air yang baik? Tentu saya tidak yakin. Lalu ada masalah persoalan tanah, ahli-ahli di Indonesia jauh lebih paham dibanding ahli-ahli di China terkait dengan kondisi tanah di Kalimantan Tengah. Kita jauh lebih ahli dalam mengelola itu, karena apa? Indonesia memiliki pengalaman," lanjutnya.

Andreas mengatakan masih banyak ahli di Indonesia yang bisa berkontribusi untuk meningkatkan produktivitas padi hibrida, alih-alih mengambil ahli dari China. Beberapa di antaranya berasal dari IPB UGM, dan banyak universitas lainnya yang tak kalah pintar dalam budidaya padi.

"IPB memiliki pengalaman untuk pengembangan lahan pasang surut, lahan gambut, UGM juga memiliki pengalaman di Kalimantan. Jadi ahli-ahli kita jauh lebih pandai dari China kalau terkait persoalan budidaya padi di Kalimantan Tengah," tegas Andreas.

"Ahli China ratusan orang sehingga dari sisi SDM kita sudah kalah. Tapi sekali lagi saya tegaskan varietas yang dikembangkan di China kemudian diterapkan di Indonesia itu perlu adaptasi karena kalau dari sisi tanah dan iklim sudah sangat berbeda. Di China, dikembangkan di iklim sub tropis, Indonesia tropis. Ketika terjadi kenaikan suhu 2 derajat Celcius saja tanaman tidak tahan terhadap suhu yang relatif tinggi. Jadi untuk itu memang amat sangat bagus kalau ini dikerjasamakan dengan peneliti Indonesia," sambungnya.

(FRI)

SHARE