ECONOMICS

Pemerintah Janji Tetap Prioritaskan Kepentingan Nasional dalam Negosiasi Dagang dengan AS

Anggie Ariesta 01/08/2025 07:10 WIB

Menurut Haryo, perundingan yang melibatkan berbagai elemen bangsa ini memegang teguh prinsip politik luar negeri bebas aktif.

Pemerintah Janji Tetap Prioritaskan Kepentingan Nasional dalam Negosiasi Dagang dengan AS. (Foto Istimewa)

IDXChannel - Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto menegaskan, proses perundingan yang panjang dan inklusif antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) mengenai kesepakatan tarif perdagangan telah selesai dengan mengedepankan kepentingan nasional.

Menurut Haryo, perundingan yang melibatkan berbagai elemen bangsa ini memegang teguh prinsip politik luar negeri bebas aktif.

"Seluruh proses negosiasi dan kerja sama internasional yang tengah dijalankan pemerintah terus dilakukan dengan berlandaskan pada kepentingan nasional (national interest),” ujarnya di Jakarta, Kamis (31/7/2025) malam.

Haryo menjelaskan, perjalanan negosiasi yang kompleks ini dimulai setelah Presiden Donald Trump mengumumkan tarif resiprokal sebesar 32 persen untuk 180 negara, termasuk Indonesia, pada 2 April 2025.

Sebagai respons cepat, pemerintah Indonesia melalui Tim Negosiasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, segera menyusun strategi dan melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha.

Berbagai pertimbangan yang dihimpun kemudian menjadi dasar bagi Presiden Prabowo Subianto untuk memutuskan negosiasi bilateral. Setelah Presiden AS Donald Trump memperbarui kebijakannya dengan menunda penerapan tarif selama 90 hari, tim negosiator Indonesia memanfaatkan momentum tersebut dengan bertolak ke Washington DC. Mereka berhasil menyepakati Non-Disclosure Agreement (NDA) sebagai landasan pembahasan teknis.

Sesuai arahan Presiden Prabowo, tim negosiator Indonesia menawarkan strategi 'Pak-Pok' yang menitikberatkan pada perdagangan yang adil dan seimbang (fair and square) bagi kedua belah pihak. Salah satu fokusnya adalah menyeimbangkan neraca perdagangan AS-Indonesia. Sebagai tindak lanjut, pada 7 Juli 2025, sejumlah perusahaan Indonesia dan AS menandatangani kerja sama perdagangan untuk mewujudkan komitmen tersebut.

Namun, Presiden Donald Trump kemudian mengirim surat kepada Presiden Prabowo yang menyatakan tarif resiprokal untuk Indonesia tetap 32 persen dan berlaku pada 1 Agustus 2025. Menanggapi hal ini, Menko Airlangga dan tim negosiator kembali ke Washington DC. pada 9 Juli 2025, untuk melanjutkan negosiasi.

Setelah kunjungan tersebut dan laporan komprehensif yang disampaikan Menko Airlangga kepada Presiden Prabowo, sebuah kesepakatan bersejarah (historical deal) akhirnya tercapai. Presiden Prabowo Subianto melakukan negosiasi tingkat tinggi dengan Presiden Donald Trump yang menghasilkan penurunan tarif resiprokal untuk Indonesia menjadi 19 persen (turun 13 poin) pada 16 Juli 2025.

Pada 22 Juli 2025, Pemerintah AS merilis Pernyataan Bersama Tentang Kerangka Kerja Sama Antara Amerika Serikat dan Indonesia Tentang Perdagangan Resiprokal. Dokumen ini masih akan ditindaklanjuti menjadi dokumen final yang ditandatangani secara formal.

"Kesepakatan ini merupakan bagian dari paket lengkap kerja sama komprehensif yang mencakup aspek tarif, non-tarif, dan penguatan hubungan komersial. Indonesia menjadi salah satu negara tercepat yang berhasil mencapai kesepakatan perdagangan ini, dibandingkan negara-negara mitra lainnya. Capaian ini tidak lepas dari interaksi yang aktif dan dinamis antara kedua pihak. Model yang dilakukan Indonesia kepada AS ini juga direplikasi oleh berbagai negara,” kata Haryo.

Haryo juga menyebutkan pendekatan yang berbasis human interface memiliki peranan penting. Pertemuan langsung dengan pejabat tinggi AS memungkinkan diskusi yang lebih intensif dan terbuka. Pendekatan serupa juga diimplementasikan dalam perundingan dengan Uni Eropa, di mana kesepakatan berhasil dicapai pada hari Minggu, sebuah momen bersejarah bagi kedua belah pihak.

Dengan nilai ekonomi AS sebagai mitra strategis ekspor terbesar kedua bagi Indonesia mencapai USD30 triliun, kesepakatan penurunan tarif hingga 19 persen diyakini akan memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian nasional. Kebijakan ini diharapkan tidak hanya memperluas akses pasar, tetapi juga melindungi 5,3 juta pekerja di industri padat karya yang berkontribusi besar terhadap sektor ekspor.

(Dhera Arizona)

SHARE