Pemerintah Pastikan PPN 12 Persen Diterapkan, Ini Dampaknya ke Ekonomi
Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 masih menuai penolakan dari masyarakat.
IDXChannel - Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 masih menuai penolakan dari masyarakat.
Namun, pemerintah bersikukuh tetap menjalankannya meski akan berdampak pada ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, kebijakan baru ini sudah melalui proses pembahasan yang mendalam dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Dengan kenaikan tarif PPN tersebut, pemerintah dapat menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Namun di saat yang lain APBN itu harus merespon seperti yang kita lihat episode-episode seperti saat global financial crisis, waktu terjadinya pandemi (Covid-19), itu kita gunakan APBN," kata Menkeu dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (13/11/2024) lalu.
Pernyataan tersebut memunculkan petisi yang dibuat masyarakat di media sosial X @barengwarga pada Selasa (19/11/2024). Dalam cuitannya, akun itu menuntut pemerintah untuk segera membatalkan kenaikan PPN.
"Kenaikan PPN tersebut secara langsung akan membebani masyarakat karena menyasar barang-barang kebutuhan pokok. Kalau keputusan menaikkan PPN itu dibiarkan bergulir, mulai harga sabun mandi sampai bahan bakar minyak (BBM) akan ikut naik. Otomatis daya beli masyarakat akan terganggu dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup," bunyi cuitan tersebut.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai, dengan naiknya harga sebagian besar barang akibat PPN, akan menggerus daya konsumsi masyarakat sehingga memperlambat ekonomi.
“Kalau situasi perlambatan ekonomi terjadi, kemudian ditambah lagi dengan upaya dari pemerintah untuk menaikkan PPN, ya, otomatis secara umum nanti akan menggerus pada konsumsi,” ujar Eko.
Menurut perhitungan Indef, kenaikan tarif PPN dapat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi menurun 0,17 persen dari biasanya dan konsumsi rumah tangga juga akan merosot sebanyak 0,26 persen. Padahal, Presiden Prabowo Subianto telah menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen selama masa kepemimpinannya.
"Kalau dalam 100 hari pemerintahan Pak Prabowo ini tidak bisa membangkitkan daya beli, kita harus melupakan (target) pertumbuhan ekonomi 8 persen," kata Eko.
(DESI ANGRIANI)