Pemerintahan Mark Rutte Kolaps, Kebijakan Imigran Jadi Beban Ekonomi Belanda
Pemerintah koalisi empat partai Belanda kolaps karena perselisihan kebijakan migrasi yang sengit setelah 18 bulan berkuasa.
IDXChannel - Pemerintah koalisi empat partai Belanda kolaps karena perselisihan kebijakan migrasi yang sengit setelah 18 bulan berkuasa.
Selama berbulan-bulan, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mencoba menegosiasikan paket tindakan untuk mengurangi arus migran baru di negeri Oranje tersebut.
Namun, pertikaian politik tentang batasan reunifikasi keluarga dan menciptakan suaka dua tingkat akhirnya membawa Rutte mundur dari jabatannya.
Sebelumnya, Rutte mengajukan proposal kebijakan termasuk membuat dua kelas suaka, yaitu status sementara untuk orang-orang yang melarikan diri dari konflik dan status permanen untuk orang-orang yang melarikan diri dari penganiayaan.
Pemerintahan Rutte juga berencana mengurangi jumlah anggota keluarga yang diizinkan bergabung dengan pencari suaka di dalam negeri. Rutte juga berusaha membuat keluarga menunggu dua tahun sebelum mereka bisa bersatu kembali.
Baik partai Forum for Democracy (VVD) pimpinan Rutte maupun partai Christian Democrat Appeal (CDA) menginginkan langkah-langkah keras ini. Namun, sejumlah partai yang tergabung dalam basis kiri-tengah yaitu D66 dan Christian Union menentang mereka.
Perbedaan pandangan kebijakan ini sudah tidak dapat didamaikan.
Pieter Heerma, selaku pimpinan partai Christian Democrats yang juga merupakan mitra koalisi, menyebut pendekatan Rutte dalam kebijakan tersebut cukup gegabah.
Menurut statistik pemerintah, permohonan suaka di Belanda memang tercatat melonjak sepertiga di tahun lalu menjadi lebih dari 46 ribu.
Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 70 ribu tahun ini dan melampaui level tertinggi sebelumnya pada 2015.
Dampak Ekonomi Imigran Belanda
Isu imigran telah menjadi isu hangat di Uni Eropa termasuk Belanda selama bertahun-tahun dan merupakan batu sandungan terakhir yang meruntuhkan pemerintahan Rutte pada Jumat malam (7/7/2023).
Namun, para peneliti di Universitas Amsterdam juga memperkirakan biaya imigrasi akan meningkat menjadi sekitar 600 miliar euro selama periode 2020-2040. Perhitungan ini dengan asumsi tidak ada perubahan kebijakan.
Hampir seperempat penduduk Belanda kini memiliki latar belakang imigran, yang lebih dari setengahnya atau sekitar 2,5 juta orang adalah non-Barat.
Berdasarkan data CBS, per Januari 2022, 2,5 juta penduduk Belanda lahir di luar negeri di mana dua pertiga dari para migran ini atau 1,7 juta orang berasal dari luar Eropa.
Kelompok yang lahir di Turki adalah yang terbesar mencapai 205 ribu diikuti oleh penduduk yang lahir di Suriname sebesar 178 ribu dan Maroko sebanyak 173 ribu. Belanda juga merupakan rumah bagi kelompok pendatang yang relatif besar yang lahir di Asia Lain sebanyak 497 ribu.
Adapun berdasarkan data Statista, pada 2021, jumlah imigran di Belanda mencapai lebih dari 250 ribu. Angka ini terlihat semakin meningkat sejak 1995. (Lihat grafik di bawah ini.)
Pada 2003, The Central Planning Office (Centraal Planbureau – CPB) sempat memperkirakan masuknya imigran non-Barat datang ke Belanda secara tahunan berjumlah sekitar 8 ribu.
Pada awal 2009, riset NYFER juga menemukan bahwa jumlah ini meningkat tiga kali lipat menjadi sekitar 25 ribu.
Meski demikian, Undang-Undang Kebijakan Migrasi Modern di Belanda sempat mengakui pengaruh positif para imigran terhadap perekonomian Belanda.
Beberapa sektor ekonomi di Belanda menarik sejumlah besar migran berketerampilan tinggi.
Hal ini karena sistem sponsor Belanda yang diakui, imigran yang berasal dari negara non-Uni Eropa dapat dengan mudah mendapatkan pekerjaan dan berkontribusi pada perekonomian Belanda.
Otoritas lokal di Belanda telah melakukan studi konklusif mengenai kontribusi ekonomi para imigran ini, di antaranya:
- Peningkatan produk domestik bruto (PDB) karena upah yang dibayarkan kepada imigran
- Penurunan tingkat pengangguran di Belanda karena para migran mengambil posisi pekerjaan yang lowong
- Peningkatan kualitas lembaga penelitian Belanda karena SDM akademik dari luar negeri didorong untuk pindah ke Belanda dan membantu pengusaha menciptakan produk baru dan lebih efektif.
- Imigrasi mengkompensasi kenaikan biaya pemerintah Belanda karena penuaan penduduk. Dalam kasus ini, imigran muda yang bekerja di pasar tenaga kerja Belanda memberikan kontribusi besar untuk meringankan keuangan publik.
- Pendapatan rata-rata penduduk meningkat karena biaya akomodasi yang dilakukan oleh imigran ke Belanda.
Biaya imigran diperkirakan akan meningkat di tahun-tahun mendatang karena imigran rata-rata memiliki lebih banyak anak daripada penduduk asli.
Sementara tanpa migrasi, penduduk Belanda saat ini akan berkurang dari 17,5 juta menjadi 13 juta pada tahun 2100. Dengan tingkat imigrasi seperti pada periode 2015-2019, jumlahnya akan menjadi 23 hingga 24 juta.
Kondisi ini menyebabkan model negara kesejahteraan Belanda tidak dapat menanggung beban yang terus bertambah ini tanpa batas.
Pergeseran mendasar dalam kebijakan diperlukan pemerintah Belanda karena populasi imigran dari Afrika dan Timur Tengah tumbuh dari 1,6 miliar hari ini menjadi 4,7 miliar pada akhir abad ini.
Adapun hasil penelitian dari Universitas Amsterdam merujuk pada pendapat dari ekonom Amerika dan pemenang Hadiah Nobel, Milton Friedman, yang menjelaskan bahwa terus menerima migran akan menggerus model negara kesejahteraan ala Belanda. (ADF)