Penerimaan Negara Dipatok Rp2.997 Triliun di 2025, Ekonom Beri Sederet Catatan
Guru Besar dan Ekonom Senior Indef Didik J Rachbini memberikan beberapa catatan terkait RAPBN 2025, terutama soal penerimaan negara Rp2.997 triliun.
IDXChannel - Guru Besar dan Ekonom Senior Indef Didik J Rachbini memberikan beberapa catatan terkait Nota Keuangan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato RAPBN 2025 yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024).
Salah satunya catatannya terkait penerimaan negara yang dipatok Rp2.997 triliun, terutama bersumber dari pajak sebesar Rp2.490 triliun.
"Apakah ini masuk akal dan feasible? Sesuai tren perkembangan penerimaan negara RAPBN tahun sebelumnya Rp2.802 triliun dan juga target penerimaan pada 2024 sebesar Rp2.309 triliun. Sepertinya sasaran ini feasible karena tidak naik pesat dibandingkan dengan penerimaan negara dan penerimaan pajak dari tahun sebelumnya," kata Didik dalam keterangan resminya, Sabtu (17/8/2024).
Meski begitu, dia menilai target ini sulit atau bahkan tidak bisa dicapai jika ekonomi tumbuh stagnan di bawah atau di sekitar 5 persen dan tidak sesuai janji kampanye presiden terpilih yang akan tumbuh hingga 8 persen.
"Tidak usah seperti janji kampanye pertumbuhan ekonomi 8 persen, jika pertumbuhan ekonomi bisa didorong 6-6,5 persen, maka sasaran penerimaan pajak tersebut bisa dicapai," tuturnya.
Selain itu, faktor ekonomi makro pertumbuhan ekonomi, investasi dan iklim investasi serta kegiatan perdagangan terutama ekspor akan menentukan target penerimaan pajak tersebut bisa dicapai atau tidak.
"Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari sekarang bisa dicapai jika ada kebijakan makro struktural di mana investasi dan ekspor bisa didorong menjadi lokomotifnya. Sekarang Indonesia dalam hal kebijakan seperti ini kalah dengan negara tetangga Vietnam dan Filipina," kata dia.
Di sisi lain, dia menilai pemerintah masih pesimistis target penerimaan pajak pada anggaran berjalan tahun 2024 akan bisa dicapai.
"Apalagi pada tahun 2025 di mana tantangannya jauh lebih besar lagi. Janji kampanye yang menuntut pengeluaran besar, sementara penerimaan pajak tidak bisa digenjot lebih dari kapasitasnya sekarang," tegasnya.
Didik menilai kondisi sekarang cukup berat karena daya beli masyarakat turun. Kelas menengah juga berat kondisinya dan bahkan turun kelas.
(Febrina Ratna)