Pengamat Sebut Rasio Utang Turun Tanda Kinerja BUMN Meningkat
Rasio utang BUMN yang menurun dinilai menjadi sinyal kinerja perusahaan pelat merah yang positif.
IDXChannel - Rasio utang BUMN yang menurun dinilai menjadi sinyal kinerja perusahaan pelat merah yang positif. Secara umum, utang BUMN menurun dari 39 persen menjadi 35 persen di tahun ini.
Pengamat korporasi dari Universitas Indonesia, Fatimah Ibtisam, menilai rasio utang yang menurun menandakan kinerja positif dalam organisasi BUMN. Dia menilai langkah strategis BUMN yang memperbaiki tata kelola perusahaan yang lebih efektif dan efisien akan menjadi kunci peningkatan kinerja BUMN di masa depan.
"Rasio utang yang menurun jadi sinyal yang baik dari BUMN. Ada optimisme positif bahwa kinerja BUMN pasca pandemi ini terus meningkat. Ini seiring dengan sejumlah kebijakan BUMN dalam berinovasi dari sisi bisnis model. Di samping pula perubahan yang terkait dengan tata kelola perusahaan yang lebih baik," tutur Tisam.
Sementara itu, pengamat ekonomi Piter Abdullah menilai bahwa penurunan utang secara umum adalah hal positif. "Rasio utang yang menurun sudah tentu adalah hal baik, meski harus dilihat yang turun BUMN yang mana? Kenapa turun? Bagaimana kinerja BUMN-nya? Secara umum memang turunnya rasio utang itu bagus," ujar Piter saat dihubungi Selasa (5/7/2022).
Menurut Piter, karakteristik dan kinerja tiap BUMN berbeda. Begitu pun performa masing-masing BUMN dalam melunasi utang-utangnya. Ada BUMN yang terlilit hutang akibat kesalahan pengelolaan di masa lalu. Ada pula utang yang sifatnya mendukung kinerja BUMN terkait penugasan dari negara.
"Ini seperti yang terjadi di BUMN Karya," kata dia.
Piter menilai, langkah yang diambil masing-masing BUMN dalam melunasi utang berbeda-beda. Ini seperti yang dilakukan BUMN karya yang mana asetnya terlalu banyak. Sehingga penjualan aset dapat menjadi langkah efektif untuk menurunkan rasio utang BUMN karya tersebut.
"Untuk BUMN karya PR utama adalah cash flows. Mereka punya aset terlalu banyak. Beban utang terlalu sulit ditutup dengan pendapatan dari aset. Aset harus dikurangi untuk mendapatkan uang mengurangi utang. Ini agar cash flows lebih sehat," ungkap Piter.
Hal yang berbeda terjadi di Garuda Indonesia. Akibat kesalahan pengelolaan di era lalu, Garuda terlilit persoalan utang namun minus aset. Ini terjadi akibat kebijakan sewa pesawat yang tidak tepat dan transparan. Oleh karenanya langkah efektif adalah tambahan dana yang digunakan untuk restrukturisasi organisasi yang lebih efektif.
"Untuk Garuda, harus ada suntikan modal baru," kata Piter.
(FRI)