Pengeluaran Bisa Bengkak, Warga Ramai-Ramai Tolak Usulan Pertalite Dihapus
Warga ramai-ramai menolak usulan Pertamina menghapus Pertalite karena alasan ini.
IDXChannel - Driver ojek online (ojol) hingga pedagang khawatir atas usulan PT Pertamina (Persero) agar Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dihapus pemerintah. Rencananya, penghapusan bahan bakar bersubsidi itu dapat direalisasikan tahun ini.
Sebagai gantinya, Pertamina akan menaikkan kualitas dari kadar oktan Pertalite, dari Research Octane Number (RON) 90 menjadi RON 92 atau setara Pertamax.
Salah satu driver ojol, Afrizal menilai, konversi kadar oktan Pertalite menjadi RON 92 membuat nilai jual Pertalite menjadi lebih mahal. Sehingga, akan berdampak pada pengeluarannya, terutama untuk biaya pembelian bahan bakar.
Kondisi itu memberatkan lantaran pengeluaran dipastikan jauh lebih besar, sementara pemasukan harus bergantung pada permintaan penumpang dan lainnya.
“Kalau untuk kita nih sebagai driver online yang agak di bawah (ekonomi), pemakaian bahan bakar (Pertalite) hampir tiap hari itu akan terasa berat. Kalau itu Pertalite akan dihapus atau dinaikkan (RON-nya). Apabila itu terjadi, cost atau pengeluaran kita bertambah (pengeluaran lebih tinggi),” ujarnya kepada MNC Portal, Senin (22/1/2024).
Afrizal mengaku, harus merogoh kocek sebesar Rp40 ribu-50 ribu per harinya untuk bisa mendapatkan tiga hingga empat liter Pertalite. Harga Pertalite di DKI Jakarta saat ini Rp10.000 per liter.
Dia yakin pengeluarannya semakin tinggi, bila mengonversi Pertalite menjadi bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, tidak dibarengi dengan subsidi pemerintah.
Saat ini, harga Pertamax di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jakarta mencapai Rp12.950 per liter. Harga ini turun sejak per 1 Januari 2024 dibandingkan dengan harga akhir tahun lalu yang dipatok Rp13.350 per liter.
“Sekarang aja harga Pertamax Rp 12.000-an, kita ikut harga itu saja cost buat bahan bakar sehari saja pakai hampir tiga literan, nanti per hari kita hampir mengeluarkan hampir Rp40 ribu lebih untuk biaya untuk bahan bakar doang,” keluh Afrizal.
“Belum nanti apakah itu motornya kredit atau pendapatannya enggak sesuai, nah itu yang akan menjadi beban,” lanjut dia.
Keluhan serupa juga diutarakan Ginting, pedagang ketoprak di Bulungan, Blok M, Jakarta Selatan. Menurutnya, harus ada subsidi pemerintah, bila BBM bersubsidi dihapus negara.
Ginting yakin kebijakan penghapusan Pertalite berdampak signifikan bagi harga sejumlah bahan pokok utama. Maklum saja, pria asal Medan itu merupakan pedagang makanan yang membutuhkan nilai jual bahan pokok yang murah.
“Kalau saya sih sayang dihapus ya, karena kan harganya murah, terjangkau buat perantau kayak saya, tapi saya juga enggak tahu alasan mau dihapus gitu. Kan biasanya juga ngantre dan kadang-kadang kita juga, ya kalau Pertalite habis, kita mau enggak mau beli Pertamax, meski harganya lebih mahal,” paparnya.
Sebagai pedagang, Ginting memerlukan BBM dengan harga terjangkau.
“Prinsipnya sih enggak setuju ya (penghapusan), tapi ya kalau mau dihapus ya gimana lagi, bingung juga saya,” ucap Ginting.
Dilema juga dirasakan Rangga, salah satu karyawan swasta. Pria berambut ikal panjang ini memang beraktivitas menggunakan kendaraan roda dua, sehingga penghapusan Pertalite tidak dibarengi dengan insentif pemerintah akan menguras isi saku.
“Tentu berdampak ya, apalagi saya pekerjaannya yang sering keliling menggunakan kendaraan. Jika harga lebih tinggi akan berdampak pada pengeluaran saya pribadi,” imbuh Rangga.
(FAY)