Pengusaha Tekstil Apresiasi BI Pertahankan Suku Bunga di 6,25 Persen
Keputusan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan di angka 6,25 persen ditanggapi secara positif oleh para pengusaha.
IDXChannel - Keputusan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan di angka 6,25 persen ditanggapi secara positif oleh para pengusaha. Meski para pengusaha berharap suku bunga diturunkan, namun keputusan tersebut berimbas baik pada nilai tukar rupiah.
Nilai tukar rupiah yang menguat bisa meringankan modal pembelian bahan baku impor. Demikian disampaikan Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta ihwal keputusan BI tersebut.
Ia mengaku para pengusaha sebenarnya berharap adanya penurunan suku bunga, namun pihaknya mengapresiasi karena dampak positif mempertahankan suku bunga acuan juga terasa oleh dunia usaha.
"Kita juga melihat kondisi tekanan pada nilai tukar rupiah juga besar. Itu pun berdampak pada dunia usaha, karena sebagian besar bahan baku kita kan masih impor, jadi kami berterima kasih kepada BI," ujar Redma dalam dialog di IDX Channel, Jumat (21/6/2024).
Redma mengatakan kebijakan BI yang tidak menaikkan suku bunga, namun malah mempertahankan, itu menjadi nilai positif bagi para pengusaha. Namun demikian, dirinya memandang situasi ini juga tetap menyulitkan investasi yang lebih tinggi.
"Bahkan dalam posisi sekarang pun, tekanan rupiah dengan tingkat suku bunga yang tidak turun, posisi cash flow kita juga tekanannya lebih berat," tutur Redma.
"Untung tidak naik, karena sudah ada tekanan dari nilai tukar di cash flow. Kalau kemarin suku bunga naik, tekanannya akan lebih berat. Jadi kami berterima kasih kepada BI," ujarnya.
Sementara itu, Rektor Perbanas University, Hermanto Siregar menjelaskan jika inflasi terjaga sebenarnya cocok untuk menurunkan suku bunga. Namun demikian ia menilai jika melihat faktor eksternal, jika suku bunga acuan diturunkan maka mengakibatkan capital outflow.
"Jadi modal-modal di dalam negeri terutama di pasar modal maka akan cepat sekali meninggalkan karena bunga yang rendah," tutur Hermanto.
Hermanto melanjutkan jika modal-modal meninggalkan pasar di dalam negeri, akan mengakibatkan pelemahan terhadap nilai tukar rupiah.
"Ketika capital outflow terjadi maka dampaknya akan mengakibatkan rupiah nya semakin melemah," kata Hermanto.
(FRI)