ECONOMICS

Perang Rusia-Ukraina Bakal Percepat 'Kiamat' Migas

Fiki Ariyanti 30/01/2023 08:23 WIB

Perang Rusia dan Ukraina akan mempercepat peralihan dari minyak dan gas (migas) karena negara-negara di seluruh dunia memprioritaskan sumber energi terbarukan.

Perang Rusia-Ukraina Bakal Percepat 'Kiamat' Migas. (Foto: MNC Media).

IDXChannel - Perang Rusia dan Ukraina akan mempercepat peralihan dari minyak dan gas (migas) karena negara-negara di seluruh dunia memprioritaskan sumber energi terbarukan dalam negeri sebagai cara untuk meningkatkan keamanan pasokan sekaligus mengurangi emisi karbon.

Itulah kesimpulan dari prospek energi tahunan terbaru dari para ekonom di BP Plc. Perusahaan minyak besar itu melihat penurunan permintaan bahan bakar fosil yang jauh lebih tajam pada 2035, dibandingkan dengan analisisnya yang dilakukan sebelum invasi tahun lalu.

“Peningkatan fokus pada keamanan energi sebagai akibat dari perang Rusia-Ukraina berpotensi untuk mempercepat transisi energi karena negara-negara berupaya meningkatkan akses ke energi yang diproduksi di dalam negeri, yang sebagian besar kemungkinan berasal dari energi terbarukan dan bahan bakar non-fosil lainnya,” kata Spencer Dale, Kepala ekonom BP, dikutip dari Bloomberg, Senin (30/1/2023).

BP juga memproyeksikan, perang Rusia akan menyebabkan PDB global sekira 2% lebih rendah pada 2025, dibandingkan dengan ekspektasi tahun lalu. Itu berarti, emisi juga akan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.

Prospek energi tahunan perusahaan minyak besar Inggris itu mengajukan tiga skenario potensial yang berbeda dalam seberapa cepat tindakan iklim mengurangi emisi karbon. 

Semuanya melihat permintaan minyak dan gas menurun karena energi terbarukan tumbuh dan transportasi listrik dalam beberapa dekade mendatang, tetapi laju perubahannya tidak pasti.

Dalam skenario BP yang paling konservatif dalam hal sasaran iklim, permintaan minyak global masih akan berada di sekitar 73 juta barel per hari pada 2050, turun 25% dari 2019. 

Untuk mencapai emisi karbon nol bersih pada tahun itu, BP memperkirakan, permintaan minyak perlu ditingkatkan. kurang dari sepertiga dari jumlah itu.

Dalam semua skenario, dunia akan bergantung pada Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk bagian pasokan minyak yang semakin besar, mulai dari 45% hingga 65% pada 2050. BP mengatakan, grup (OPEC) ini terbukti tangguh karena biayanya lebih rendah daripada produsen pesaing, seperti AS.

“Anggaran karbon hampir habis,” kata BP dalam laporan tersebut. 

“Meskipun ambisi pemerintah meningkat tajam, emisi CO2 telah meningkat setiap tahun sejak COP Paris pada 2015. Semakin lama penundaan dalam mengambil tindakan tegas untuk mengurangi emisi secara berkelanjutan, semakin besar kemungkinan biaya ekonomi dan sosial yang dihasilkan," tutup BP.

(FAY)

SHARE