ECONOMICS

Perbedaan dari HGU, HGB, dan SHM: Mengenal Jenis Sertifikat Hak atas Bidang Lahan

Kurnia Nadya 11/01/2024 14:45 WIB

HGU, HGB, dan SHM adalah sertifikat hak atas bidang tanah. Penggunaan dan status kepemilikannya berbeda satu sama lain.

Perbedaan dari HGU, HGB, dan SHM: Mengenal Jenis Sertifikat Hak atas Bidang Lahan. (Foto: MNC Media)

IDXChannel—Apa perbedaan dari HGU, HGB, dan SHM? Dalam bidang pertanahan, ketiganya adalah jenis hak atas tanah yang berbeda. Masing-masing adalah singkatan dari Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Sertifikat Hak Milik. 

HGU atau Hak Guna Usaha beberapa disebut dalam debat calon presiden yang belum lama ini berlangsung hingga menjadi topik perbincangan di platform X. Salah satu capres diketahui memiliki HGU atas ratusan ribu hektare tanah. 

Dalam pemasangan iklan pembelian rumah, biasanya agen properti akan mencantumkan jenis sertifikat tanah atas bangunan yang diiklankan. Biasanya akan tertulis ‘Sudah SHM’, yang artinya tanah dari rumah tersebut sudah memiliki Sertifikat Hak Milik. 

Lantas, apa perbedaan dari HGU, HGB, dan SHM? Melansir Hukum Online (11/1), berikut penjelasannya. 

Perbedaan HGU, HGB, dan SHM 

Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU)

HGU merupakan sertifikat hak atas tanah yang diberikan kepada badan hukum atau perusahaan yang didirikan sesuai hukum dan berdomisili di Indonesia. Tanah dengan HGU statusnya masih dimiliki dan diawasi oleh negara. 

Tanah dengan sertifikat HGU umumnya digunakan sebagai hutan tanaman industri, perkebunan, pertanian, dan perikanan. Karena tanah ini berstatus hak guna, maka pengusaha yang memiliki tanah HGU hanya memiliki hak untuk menggunakannya saja. 

HGU berlaku maksimal hingga 25 tahun, status kepemilikannya dapat dipindahtangankan ke badan hukum/perusahaan lain. HGU dapat dijadikan jaminan, dan HGU diberikan untuk tanah seluas 5-25 hektare. 

Tanah dengan luasan lebih dari 25 hektare akan diberlakukan sistem investasi penguasaan tanah dan konflik. 

Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) 

Sertifikat HGB adalah hak atas membangun bangunan di atas suatu tanah. Sehingga, pemegang HGB tidak memiliki hak atas tanah tersebut, namun ia memiliki hak menggunakan tanah untuk membangun rumah, ruko, atau bangunan lain. 

HGB hanya berlaku hingga 30 tahun, dan dapat diperjanjang hingga 20 tahun berikutnya. Pengusaha properti terkadang memegang sertifikat HGB. Artinya, pengusaha tersebut hanya memiliki bangunan di atasnya saja, namun tanahnya masih milik negara. 

Umumnya, pengembang properti menggunakan lahan bersertifikat HGB untuk membangun unit perumahan atau apartemen. HGB bisa dimiliki oleh WNI, perusahaan berbadan hukum yang berdomisili di Indonesia, dan WNA. 

Tanah dengan sertifikat HGB juga bisa dinaikkan status kepemilikan tanahnya menjadi Sertifikat Hak Milik, namun ini hanya mungkin dilakukan jika tanahnya masih milik negara. Jika warga membeli rumah dengan sertifikat HGB, maka ia tidak bisa menggunakan lahan secara sembarangan.

Sertifikat Hak Milik (SHM)

SHM merupakan sertifikat kepemilikan atas tanah dengan strata tertinggi dan terkuat di mata hukum. Memiliki SHM berarti secara sah telah memiliki tanah. Pemegang SHM berkuasa penuh sebagai pemilik lahan dalam kurun waktu tak terbatas. 

Sehingga, jika suatu saat ada kendala sengketa tanah, pemilik yang namanya tercantum dalam SHM-lah yang dianggap sah selaku pemilik di mata hukum. SHM hanya boleh dimiliki oleh WNI. Sertifikat ini dapat dialihkan ke pemilik lain, diperjualbelikan, dihibahkan, atau diwariskan. 

Itulah perbedaan HGU, HGB, dan SHM. Ketiganya memiliki cakupan hak yang berbeda atas bidang tanah yang tercantum. Kepemilikan tertinggi adalah SHM. Sementara HGU dan HGB adalah hak guna sementara. (NKK)

SHARE