ECONOMICS

Peringkat Daya Saing Berusaha RI Melorot, Masalah Birokrasi dan Efisiensi Bisnis Jadi Momok Utama

Heri Purnomo 20/06/2022 13:31 WIB

Turunnya peringkat daya saing berusaha Indonesia tak lepas dari masalah birokrasi dan efisiensi bisnis di Indonesia.

Peringkat Daya Saing Berusaha RI Melorot, Masalah Birokrasi dan Efisiensi Bisnis Jadi Momok Utama. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Peringkat daya saing berusaha Indonesia mengalami penurunan pada tahun ini. Berdasarkan Institute for Management Development World Competitiveness Yearbook 2022, posisi indonesia berada di peringkat 44.

Posisi tersebut turun dari tahun sebelumnya yang berada di peringkat 37. Peringkat tahun ini bahkan jauh lebih buruk dari posisi pada 2020 yang berada di posisi 20 dan posisi 32 pada 2019.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, mengatakan turunnya daya saing berusaha Indonesia saat ini dipengaruhi oleh persoalan lama. 

Persoalan tersebut ada pada masalah birokrasi dan efisiensi bisnis di Indonesia. "Efisiensi birokrasi tentu saja berkaitan dengan bagaimana dunia usaha dalam mendapatkan  perizinan dari pemerintah," ujarnya dalam Market Review IDXChannel, Senin (20/6/2022). 

Eko menjelaskan pemerintah sebenarnya telah berupaya mempermudah investor dalam negeri maupun luar negeri untuk masuk ke Indonesia, Namun, masih ada persoalan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 

"Ini kan tidak hanya bergantung dari bagaimana kinerja di pemerintah pusat, tetapi juga pada pemerintah daerah, semuanya harus bersinergi, kalau keduanya tidak bersinergi itu akan menjadi kendala," katanya.

Hal itu dipertegas oleh data-data Institute for Management Development (IMD) yang melaporkan bahwa efisiensi birokrasi mengalami penurunan, di mana pada tahun 2021 mencapai peringkat 26, dan tahun ini berada di peringkat 35. 

Sedangkan dari efisiensi bisnis, Eko menjelaskan adanya tekanan pandemi yang mengakibatkan supply chain terganggu. "Ada harga yang sebetulnya inflasi di level produsen cukup tinggi, tetapi belum memungkinkan untuk menaikan harga, karena lagi pemulihan ekonomi," katanya. 

Selanjutnya, ada faktor tekanan bisnis di Indonesia yang tidak ringan dalam perizinan maupun dalam sisi daya beli masyarakat di kondisi pandemi. (FRI)

SHARE