PHK di Jabar Tembus 73 Ribu Orang, Apindo: Pengusaha Sedang Bertarung Hidup dan Mati
PHK industri di Jawa Barat sudah menembus angka 73 ribu orang hingga pertengahan Oktober ini.
IDXChannel - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta para pengusaha tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) imbas dari ketidakpastian ekonomi dunia saat ini. Hal tersebut menyusul data PHK di Jawa Barat yang sudah mencapai 73 ribu orang.
Diharapkan ada win win solution antara pengusaha dan pekerja agar iklim industri di Indonesia tetap terjaga.
Hal itu disampaikan Ketua Apindo Jawa Barat (Jabar), Ning Wahyu Astutik saat menggelar pertemuan dengan pengusaha lintas sektoral di Bandung, baru-baru ini.
"Bisa menggunakan sistem pengurangan jam kerja dengan membayar upah sesuai jam kerja. Dengan demikian, akan menjadi win-win solution, baik untuk pengusaha dan pekerja. Nanti tidak ada PHK meskipun penghasilan berkurang," jelas Ning.
Solusi tersebut setelah adanya keluhan pengusaha terkait turunnya order. Sementara tenaga kerja karyawan tetap harus terus digaji. Sedangkan untuk melakukan PHK akan menguras biaya serta aset sumber daya, sehingga akan butuh waktu lagi untuk melakukan training.
Berdasarkan masukan dari rekan-rekan pengusaha, kata Ning, order dipangkas hingga setengah kapasitas oleh buyer. Sehingga akan ada guncangan dalam stabilitas industry utamanya padat karya.
Maka dari itu, pengusaha harus mampu menggali ide dan gagasan tentang solusi terbaik yang paling sesuai dengan bidang industri masing-masing.
"Sebisa mungkin menghindari PHK lebih jauh, mungkin dengan selang seling hari masuk, mengurangi jam kerja dan lainnya," pinta Ning.
Sejak Januari hingga pertengahan Oktober 2022, Apindo telah mencatat terjadinya PHK sebanyak 73 ribu karyawan. Hal tersebut belum termasuk angka dari perusahaan yang tidak tergabung dalam Apindo.
BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek telah mencatat adanya ratusan ribu pekerja yang telah mengajukan klaim JHT (Jaminan Hari Tua).
"Angka PHK tersebut dikhawatirkan akan terus naik, karena terjadinya pengurangan order baik di tekstil, garmen, maupun sepatu di tahun depan," jelas dia.
Selain itu, pengusaha juga menanyakan terkait upah, dengan beratnya situasi yang dihadapi oleh para pengusaha apalagi sektor padat karya. Karena di sektor ini beban upah sangat signifikan, berbeda dengan sektor padat modal.
Oleh karenanya pengusaha memohon supaya Apindo mendiskusikan hal terkait upah padat karya untuk dibedakan dengan industri lain karena beratnya beban yang harus ditanggung oleh pengusaha.
Pengusaha juga menyinggung tentang ketakutan adanya kenaikan Struktur dan Skala Upah (SSU) yang pada tahun lalu besarannya ditentukan oleh pemerintah dan itu memberatkan pengusaha.
“Saya tahu situasi investasi dan dunia usaha sangat sedang tidak baik-baik saja dengan order yang tiba-tiba berkurang 50% di tahun depan pada sektor sepatu dan garmen. Sehingga pengusaha sedang ada pada serious survival game, pertarungan hidup mati," papar Ning.
"Dengan kondisi demikian, saya yakin Pak Gubernur tidak akan gegabah dan tidak akan mengambil langkah-langkah yang semakin melemahkan dunia usaha dan menambah jumlah pengangguran," beber dia.
Ning meminta pengusaha harus tetap optimis, namun tidak lupa tetap mawas diri dan realistis. Pengusaha juga dituntut untuk menelurkan ide-ide serta membangun fleksibilitas, sehingga terdapat endurance atau daya tahan dalam menghadapi guncangan usaha dan ekonomi dari waktu ke waktu.
(FAY)