ECONOMICS

PMI Manufaktur Mulai Naik, Diklaim Dampak Tarif AS dan EU-CEPA

Tangguh Yudha 03/08/2025 09:20 WIB

Indeks Manufaktur ISM yang tercermin lewat Purchasing Managers Index (PMI) saat ini masih dalam fase kontraksi karena di bawah level 50 poin.

Indeks Manufaktur ISM yang tercermin lewat Purchasing Managers Index (PMI) saat ini masih dalam fase kontraksi. (Foto: Reuters)

IDXChannel - Indeks Manufaktur ISM yang tercermin lewat Purchasing Managers Index (PMI) saat ini masih dalam fase kontraksi karena di bawah level 50 poin. Namun, pada Juli 2025, PMI mulai merangkak naik ke 49,2 poin dibandingkan bulan sebelumnya 46,9 poin.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arief, mengatakan meski belum ekspansif, indeks manufaktur yang naik pada awal semester II-2025 menunjukkan geliat di sektor industri. Capaian ini mencerminkan membaiknya sentimen pelaku industri dalam beberapa pekan terakhir.

PMI manufaktur Indonesia, kata dia, PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2025 tercatat mampu melampaui PMI manufaktur Jepang (48,8), Prancis (48,4), Inggris (48,2), Korea Selatan (48,0), dan juga Taiwan (46,2).

“PMI naik karena beberapa minggu terakhir terdapat dinamika kebijakan yang membuat pelaku industri lebih optimistis,” ujar Febri lewat keterangan resmi, Sabtu (2/8/2025).

Menurut Febri, optimisme para pelaku industri dalam negeri itu terjadi karena sejumlah faktor. Salah satunya kesepakatan tarif yang baru-baru ini terjalin antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Dia pun memuji Kepala Negara saat bernegosiasi dengan Presiden Donald Trump.

"Berkat kepiawaian Bapak Presiden Prabowo dalam bernegosiasi, Indonesia berhasil memperoleh tarif yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan negara-negara pesaing. Hal ini menjadi modal penting bagi peningkatan daya saing industri nasional,” katanya.

Selanjutnya, kata Febri, katalis positif lainnya yakni kemajuan perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Perjanjian dagang ini dinilainya sangat dinanti dan diapresiasi oleh pelaku industri karena akan membuka hambatan ekspor yang selama ini dihadapi produk manufaktur Indonesia.

"Perjanjian IEU-CEPA ini juga diyakini akan membuka akses pasar ekspor Indonesia ke kawasan Eropa secara lebih luas dan kompetitif," tuturnya.

Selain itu, revisi Permendag 8 Tahun 2024 yang juga menjadi faktor penting dalam upaya mendorong kepercayaan pelaku industri dalam negeri. Meski begitu, kata dia, dunia usaha juga masih mempertanyakan regulasi lanjutan untuk perlindungan sektor lainnya.

“Setelah industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mendapat perlindungan melalui revisi Permendag 8/2024, pelaku usaha di sektor lain juga menanti kebijakan serupa yang mampu memberikan rasa keadilan dan kepastian dalam persaingan pasar,” imbuhnya.

Febri mengungkapkan, para industrialis dalam negeri juga masih menanti kepastian teknis dari kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat, khususnya terkait isu non-tariff barriers (NTB) dan non-tariff measures (NTM). Salah satu isu yang menjadi perhatian adalah kemungkinan produk bermerek Amerika namun diproduksi di luar AS, seperti di China atau India, tetap mendapat fasilitas bebas bea masuk.

"Bagi Kemenperin, hanya barang yang benar-benar diproduksi di wilayah Amerika Serikat yang layak mendapat bea masuk nol persen,” kata Febri.

Dia juga menyoroti kekhawatiran pelaku industri terhadap keberlanjutan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), khususnya untuk izin edar Handphone, Komputer Genggam, dan Tablet (HKT). Dia menegaskan, TKDN yang dibebaskan itu berlaku hanya untuk barang-barang yang tidak bisa atau belum diproduksi industri dalam negeri.

Menurut Febri, kebijakan TKDN memanfaatkan permintaan pemerintah. Dengan adanya permintaan dan kebijakan TKDN, maka akan memicu pengusaha untuk berinvestasi dan membangun pabriknya di Indonesia, karena permintaannya sudah jelas.

“Kami optimistis bahwa melalui kebijakan yang konsisten dan berpihak pada industri dalam negeri, serta menjaga keseimbangan dalam perjanjian dagang internasional, sektor manufaktur Indonesia akan kembali ekspansif,” kata Febri.

>

(Rahmat Fiansyah)

SHARE