Prabowo Targetkan APBN Tanpa Defisit di 2027, Ini Syaratnya Menurut Para Ekonom
Prabowo menargetkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa defisit pada 2027. Target ini disampaikannya saat memaparkan RAPBN 2026 di DPR.
IDXChannel - Presiden Prabowo Subianto menargetkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa defisit pada 2027. Target ini disampaikannya saat memaparkan RAPBN 2026 di Sidang Paripurna DPR RI, Jumat (16/8/2025).
"Harapan saya suatu saat apakah 2027 atau 2028 saya ingin berdiri di depan majelis ini di podium ini untuk menyampaikan APBN kita bahwa kita berhasil punya APBN yang tidak ada defisitnya sama sekali," kata Prabowo pada Jumat (15/8/2025).
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, menilai wacana anggaran berimbang bukanlah hal baru dalam sejarah perekonomian Indonesia. Menurutnya, pendekatan ini pernah diterapkan pada era pemerintahan Presiden Soeharto.
“Anggaran berimbang, seperti di masa pemerintahan sebelumnya zaman Presiden Soeharto. Tetap agar seimbang dari utang dan pajak. Namun secara komunikasi publik lebih bagus," ujar Esther pada Sabtu (16/8/2025).
Lebih lanjut Esther mengatakan implementasinya membutuhkan upaya yang serius dan terukur. Pernyataan serupa juga disampaikan Syafruddin Karimi, Departemen Ekonomi Universitas Andalas yang menyebut perlu kehati-hatian ekstra untuk bisa mencapai tersebut.
Syafruddin juga menyoroti empat agenda penting untuk menjaga keseimbangan fiskal sekaligus memperkuat peran APBN sebagai instrumen pembangunan.
Langkah pertama, dengan melakukan reformasi perpajakan. Ia mendesak Pemerintah untuk mempercepat digitalisasi sistem perpajakan, memperkuat kepatuhan wajib pajak, serta mendiversifikasi sumber penerimaan.
"Kenaikan target pajak dinilai tidak cukup apabila tidak diiringi dengan perbaikan instrumen pemungutan dan pengawasan," ujarnya.
Selain itu, revitalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga menjadi prioritas. Optimalisasi pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan peningkatan kontribusi dividen dari BUMN dianggap penting.
"Optimalisasi SDA dan dividen BUMN harus dilakukan, tetapi yang lebih penting adalah menemukan sumber penerimaan baru dari ekonomi digital dan layanan publik modern," ungkapnya.
Ketiga, reformasi transfer ke daerah. Menurut Syafruddin, pemangkasan nominal tidak boleh dilakukan tanpa memperbaiki mekanisme distribusi. Transfer harus berbasis kinerja, dengan insentif bagi daerah yang berhasil meningkatkan pelayanan publik.
Terakhir, strategi pembiayaan yang hati-hati dan inovatif perlu dikedepankan. Penggunaan instrumen seperti obligasi hijau, sukuk, serta skema pembiayaan berbasis proyek dinilai mampu mengurangi risiko fiskal sekaligus mendorong pembangunan berkelanjutan.
"RAPBN 2026 adalah cerminan pilihan politik ekonomi pemerintah. Dengan defisit yang terkendali, pemerintah ingin menunjukkan disiplin fiskal," ujar Syafruddin.
"Tantangan sebenarnya bukan sekadar menjaga angka defisit, melainkan memastikan bahwa APBN tetap berfungsi sebagai instrumen pembangunan yang adil, merata, dan berkelanjutan," tambahnya.
(Febrina Ratna Iskana)