RAPBN 2026, Tantangan Pemerintah Menjaga Fokus dari Godaan Belanja Politik
Efektivitas belanja publik menjadi kunci dalam pelaksanaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
IDXChannel - Efektivitas belanja publik menjadi kunci dalam pelaksanaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Menurut ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi, pemerintah harus mampu membedakan antara belanja produktif yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan belanja politis yang tidak memberi dampak jangka panjang.
“Bila belanja publik benar-benar produktif, maka setiap rupiah akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan beban fiskal yang ditanggung,” kata Syafruddin kepada awak media di Jakarta, Jumat (15/8/2025).
Dia menambahkan, belanja yang tidak efektif berpotensi menjadi beban bagi perekonomian di masa depan.
"RAPBN 2026, dengan demikian, adalah ujian apakah pemerintah mampu membedakan antara belanja produktif dan belanja politis," tutur dia.
RAPBN 2026 yang disusun pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2-5,8 persen. Inflasi diproyeksikan tetap terjaga pada 1,5-3,5 persen.
Adapun nilai tukar rupiah diestimasi berada di kisaran Rp16.500-Rp16.900 per USD, dan harga minyak mentah dipatok antara USD60-USD80 per barel.
Di sisi pendapatan, RAPBN 2026 menetapkan target sebesar Rp3.094-Rp3.114 triliun, meningkat dari prognosis APBN 2025 yang mencapai Rp2.865,5 triliun.
Belanja negara pada RAPBN 2026 dipatok Rp3.800-Rp3.820 triliun, naik dari Rp3.527,5 triliun pada 2025.
Syafruddin menyebut, alokasi belanja diarahkan pada infrastruktur, ketahanan pangan, energi, dan pertahanan. Namun, ia menekankan bahwa efektivitas realisasi belanja harus menjadi perhatian utama.
Defisit anggaran 2026 diproyeksikan mencapai Rp706 triliun atau sekitar 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka ini lebih rendah dibandingkan 2,78 persen pada 2025, meskipun secara nominal lebih besar. Syafruddin menilai hal tersebut mencerminkan upaya pemerintah menjaga disiplin fiskal.
"Dengan demikian, RAPBN 2026 ingin memastikan bahwa belanja bukan sekadar angka, tetapi alat akselerasi pertumbuhan," ujarnya.
(DESI ANGRIANI)