Relaksasi PPN Bisa Hambat Penjualan Properti Inden
CEO Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, meminta pemerintah tidak membatasi pemberian insentif PPN hanya untuk rumah yang ready stock atau siap huni.
IDXChannel - Setelah memberikan relaksasi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) serta uang muka (down payment/DP) sebesar nol persen, rencana pemerintah untuk menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sektor perumahan mendapatkan kritik dari pengamat properti.
CEO Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, meminta pemerintah tidak membatasi pemberian insentif PPN hanya untuk rumah yang ready stock atau siap huni. Jika itu dilakukan, maka kebijakan tersebut tidak serta merta mengangkat potensi daya beli masyarakat lain yang ingin membeli properti secara inden.
“Pemerintah diharapkan dapat lebih memahami kondisi di lapangan, dan tidak dibatasi aturan harus terbangun sampai 31 Agustus 2021. Karena ini dikhawatirkan menjadikan aturan ini tidak akan berjalan lancar ke depan dan hanya dinikmati oleh pengembang yang memiliki banyak rumah stock. Di sisi lain penjualan properti inden pasti malah akan tertahan,” jelas Ali dalam keterangan persnya, Senin (1/3/2021).
Dia menjelaskan, meskipun pasar menyambut baik kebijakan penghapusan PPN, namun aturan relaksasi ini hanya berlaku untuk rumah yang terbangun siap huni sampai batas waktu 31 Agustus 2021.
"Artinya bahwa rumah harus ready stock atau diupayakan terbangun sampai periode berakhir," terangnya.
Dia menambahkan, pembangunan rumah mungkin dapat dilakukan selama 6 bulan, artinya bila ada unit yang terjual pada bulan Maret, maka pengembang akan segera membangun sampai selesai pada bulan Agustus.
"Namun bagaiman bila penjualan terjadi pada bulan Mei atau setelah itu, artinya pengembang tidak akan sanggup membangun dalam periode yang sempit. Dan pengembang tidak akan mengambil risiko membangun banyak unit dalam kondisi saat ini sebelum ada pembeli" ujarnya
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa aturan rumah siap huni ini agar stok rumah akan menurun atau permintaan meningkat sehingga memacu kembali rumah baru lagi. Kemudian menghindari jangan sampai seolah-olah pemerintah hanya memihak kelompok menengah, di mana penghapusan PPN pun sudah berlaku untuk rumah subsidi FLPP.
Namun, lebih lanjut Ali menjelaskan, hal ini tentunya berbeda dengan aturan penghapusan rumah FLPP karena tidak dibatasi periode 6 bulan. Meskipun dampaknya luar biasa, namun tentunya hanya sebagian pengembang yang memiliki rumah stock yang diuntungkan.
"Jangan sampai memberikan kesan bahwa pemerintah memberi kebijakan setengah hati dan tidak akan berdampak luar biasa. Bila fokus pemerintah hanya untuk menghabiskan stok rumah, ini rasanya kurang tepat." Kata Ali
Menurutnya yang difokuskan pemerintah adalah potensi daya beli yang besar di masyarakat menengah untuk membeli rumah baru dan tidak dibatasi hanya untuk rumah ready stock.
“Kebijakan yang harusnya luar biasa ini menjadi kontra produktif karena ada aturan ready stock. Fokus pemerintah harusnya memperbesar pasar, bukan hanya untuk menghabiskan stok rumah. Paling tidak ada patokan standar progres bangunan sampai batas akhir periode relaksasi, dan tidak harus ready stock,” tutupnya. (TYO)