ECONOMICS

Resep Selamatkan Industri Tekstil Nasional Buntut Pailitnya Sritex (SRIL)

Iqbal Dwi Purnama 27/10/2024 00:12 WIB

Runtuhnya industri tekstil Indonesia, terutama raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL), menjadi alarm keberlangsungan industri dalam negeri k

Resep Selamatkan Industri Tekstil Nasional Buntut Pailitnya Sritex (SRIL). (Foto MNC Media)

IDXChannel - Runtuhnya industri tekstil Indonesia, terutama raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL), menjadi alarm keberlangsungan industri dalam negeri ke depan. Hal ini memerlukan upaya pemerintah untuk menyelamatkan industri padat karya tersebut.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eisha M Rachbini mengatakan, industri tekstil di Indonesia mengalami tekanan baik dari sisi permintaan. Tekanan daya beli yang lemah, baik pasar domestik atau global, membuat menjadi penyebab perusahaan tekstil gulung tikar.

"Kita tahu beberapa tahun belakangan ini terjadi perang dagang China dan Amerika, dan semakin terbukanya pasar, banyak produk tekstil China membanjiri pasar domestik," ujar Eisha kepada IDXChannel, Sabtu (26/10/2024).

Penurunan daya beli masyarakat ini akhirnya membuat pola konsumsi masyarakat bergeser mencari barang yang lebih murah, salah satunya barang-barang impor. Hal ini tidak bisa dipungkiri, biaya produksi untuk industri tekstil di Indonesia masih jauh lebih mahal ketimbang China, Vietnam, Bangladesh, dan lainnya. 

"Harga jual produk-produk barang itu di dalam negeri masih relatif lebih murah," kata dia.

Alhasil, menurut Eisha, industri tekstil di Indonesia masih kalah saing dengan produk-produk impor. Hal ini yang membuat produk tekstil dalam negeri sulit terserap oleh pasar.

"Industri tekstil mengalami sunset industri. Jadi masalah dasarnya ada di kapasitas, daya saing, dan produktivitas," kata Eisha.

Menghadapi situasi itu, menurutnya ada beberapa kebijakan yang penting menjadi pertimbangan pemerintah untuk menyelamatkan industri tekstil kedepan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri.

Seperti insentif investasi pada sektor-sektor prioritas yang menyerap banyak tenaga kerja termasuk industri tekstil. Peningkatan skill pekerja, hingga pembaharuan teknologi untuk menunjang produktivitas mengurangi beban biaya produksi.

"Kebijakan yang mendukung industri tekstil, dari sisi produktivitas, misal insentif investasi pada sektor prioritas (termasuk industri tekstil yang memiliki penyerapan lap kerja yang banyak), peningkatan pelatihan skill pekerja, pembaruan teknologi dan modal melalui investasi," katanya.

Selain itu, pemerintah juga harus aktif untuk mencari pangsa pasar baru tujuan ekspor. Sebab, saat ini beberapa negara sudah memperketat barang impor untuk melindungi pasar mereka bagi para pelaku industri di dalamnya.

Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa menambahkan negara-negara dengan jumlah populasi besar saat ini sudah mulai memperhatikan keberlangsungan industri tekstil. Sebab, sektor ini mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak masuk dalam kategori pekerjaan formal.

Hal ini menurutnya sekaligus menjadi upaya agar bonus demografi atau pertambahan populasi penduduk di Indonesia tidak menjadi bencana demografi dengan meningkatkan jumlah pengangguran.

"Perlu kita sadari semua, kenapa di negara populasi banyak penduduknya, industri TPT tetap dijaga, seperti di China/India/Bangladesh/Vietnam, karena industri ini dapat untuk menyerap angkatan kerja lulusan SMA bahkan SMP di sektor Formal," katanya.

(Dhera Arizona)

SHARE