RI Masuk 20 Besar Negara Terdampak Parah Perubahan Iklim, IESR: EBT Harus Ditingkatkan
Indonesia termasuk 20 besar negara yang terdampak parah akibat dampak perubahan iklim berupa cuaca ekstrim.
IDXChannel - Indonesia termasuk 20 besar negara yang terdampak parah akibat dampak perubahan iklim berupa cuaca ekstrim. Ditambah lagi, di tengah tren perdagangan dunia yang semakin mengedepankan aspek green pada produk manufakturnya, industri Indonesia harus bersaing dalam mengembangkan teknologi energi terbarukan dan berbagai kebijakan untuk mengurangi emisi karbon selambatnya pada 2050.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menekankan bahwa berdasarkan studi Deep Decarbonization of Indonesia’s Energy System yang dikeluarkan oleh IESR, Indonesia mampu untuk mencapai target Persetujuan Paris netral karbon pada 2050.
Dekade ini menjadi penting, karena Indonesia harus segera mencapai puncak emisi di sektor energi pada tahun 2030 dan mendorong bauran energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan mencapai 45%.
"Ini menyiratkan bahwa pengembangan energi terbarukan harus ditingkatkan 7 hingga 8 kali lipat, termasuk efisiensi energi di sisi permintaan, dan mulai menghentikan pembangkit listrik termal untuk mengakomodasi energi terbarukan skala besar, dan modernisasi jaringan kita," ujarnya dalam Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD), Senin (20/09/2021).
Ketua Dewan Penasihat Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) Kuntoro Mangkusubroto mengatakan, Indonesia perlu dukungan sosial politik yang jelas dan tepat untuk mengawal proses transisi energi.
"Bagi negara berkembang seperti Indonesia, penghentian pengembangan energi bahan bakar fosil sangat penting, karena jika tidak, akan terlambat dan terlalu mahal untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan polusi udara," ungkapnya.
Menurut dia, pemerintah Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang penting diantaranya untuk segera menyusun rencana energi nasional yang terintegrasi, memitigasi dampak transisi energi terhadap industri bahan bakar fosil, menggunakan teknologi rendah karbon dalam industri transportasi, dan mempertimbangkan prinsip berkeadilan selama masa transisi.
Menanggapi hal tersebut, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyampaikan, proses transisi energi perlu dilakukan untuk mengurangi emisi karbon. Adapun beberapa langkah yang akan ditempuh untuk dekarbonisasi sistem energi Indonesia antara lain dengan mempercepat upaya peralihan ke energi terbarukan dan pengembangan energi baru terbarukan.
"Strategi lainnya ialah dengan program efisiensi energi dengan mempertimbangkan keselarasan antara pengaturan sumber dayanya, variabel kebijakan keuangan, dan peran seluruh sektor," tuturnya.
(IND)