RI Punya Bursa CPO, Pengusaha Diminta Tak Lagi Pakai Harga Malaysia
Bappebti mengajak pelaku usaha minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) berpartisipasi aktif dalam transaksi di Bursa CPO Indonesia.
IDXChannel - Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengajak pelaku usaha minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) berpartisipasi aktif dalam transaksi di Bursa CPO Indonesia.
Langkah tersebut dilakukan untuk mengoptimalkan transaksi di Bursa CPO Indonesia agar semakin likuid, dipercaya, dan mencerminkan harga pasar.
“Kami mengajak para pelaku usaha CPO di seluruh Indonesia, untuk berpartisipasi aktif dan memberikan kontribusinya dalam implementasi transaksi melalui Bursa CPO Indonesia," ujar Plt. Kepala Bappebti Kasan dalam keterangan resminya, Jakarta, ditulis Minggu (7/7).
"Pelaku usaha CPO diharapkan untuk tidak lagi menggunakan harga dari bursa Malaysia dan Rotterdam, namun sepenuhnya menggunakan harga dari Bursa CPO Indonesia,” harap Kasan.
Menurutnya CPO merupakan komoditas strategis yang memiliki potensi ekspor tinggi sehingga perlu dioptimalkan. Untuk itu, Bappebti membentuk Bursa CPO Indonesia yang diresmikan pada Oktober 2023 sebagai salah satu usaha dalam tata kelola CPO.
Kasan menambahkan, transaksi di Bursa CPO Indonesia diharapkan akan membentuk harga acuan yang dapat digunakan untuk mendorong perbaikan harga tandan buah segar (TBS) oleh Kementerian Pertanian.
Selain itu, agar harga acuan biodiesel yang ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjadi lebih akurat. Harga acuan yang terbentuk dapat digunakan sebagai pembobot harga tertinggi dalam penetapan harga referensi ekspor CPO.
“Harga yang terbentuk di Bursa CPO Indonesia harus menjadi rujukan untuk penetapan harga TBS dan biodiesel. Untuk itu, kami berharap Kementerian Pertanian mendorong penggunaan harga dari Bursa CPO Indonesia dalam penetapan harga TBS," ucap Kasan.
"Selain itu, Kementerian ESDM juga diharapkan menggunakan harga dari Bursa CPO Indonesia dalam kebijakan penetapan harga acuan biodiesel," sambungnya.
Kasan menyebut, saat ini, Bursa CPO Indonesia memfasilitasi perdagangan CPO secara fisik dan futures. Nilai transaksi CPO futures dalam Bursa CPO Indonesia mencapai 17.356 lot atau 86.780 ton pada Januari-Juni 2024. Sebanyak 51 pelaku usaha telah menjadi anggota Bursa CPO Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia berhasil mencatatkan surplus selama 49 bulan berturut-turut pada Mei 2024 dengan nilai sebesar USD2,93 miliar. Nilai tersebut naik 7,7 persen (MoM) dibandingkan April 2024 senilai USD 2,72 miliar.
“Salah satu penopang surplus neraca perdagangan pada Mei 2024 adalah nilai ekspor nonmigas yang mencapai USD4,26 miliar. Nilai ekspor nonmigas tersebut tentunya didukung dengan nilai ekspor CPO yang mencapai USD1,08 miliar,” tutur Kasan.
Sementara itu, Sekretaris Bappebti, Olvy Andrianita mengatakan, tujuan pembentukan bursa CPO adalah untuk
penguatan tata kelola perdagangan CPO di Indonesia. Bursa CPO Indonesia diharapkan dapat membentuk harga CPO yang menjadi rujukan di pasar domestik maupun internasional.
Hal tersebut karena harga yang tercipta di Bursa CPO Indonesia diperoleh secara transparan, adil, dan sesuai dengan waktu nyata.
Olvy melanjutkan, Bursa CPO Indonesia dibentuk berlandaskan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK). Undang-undang tersebut mengamanatkan pemerintah untuk membentuk acuan harga melalui bursa berjangka.
Hal tersebut juga diperkuat dengan Peraturan Bappebti (Perba) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perdagangan Pasar Fisik Minyak Sawit Mentah di Bursa Berjangka dan Peraturan Tata Tertib (PTT) sebagai pedoman teknisnya.
“Kebijakan perdagangan CPO melalui bursa CPO Indonesia bersifat sukarela untuk pasar dalam negeri. Namun, dalam perkembangannya tentu harus mampu mendorong penguatan ekspor komoditas CPO di pasar global," ujar Olvy.
Pengusaha Dorong Anggotanya Aktif di Bursa CPO
Sementara itu, Kepala Bidang Perdagangan dan Promosi GAPKI, Manumpak Manurung mengharapkan anggota GAPKI untuk turut aktif dalam bertransaksi dan menjadi anggota bursa. Hal ini agar para anggota GAPKI ikut menentukan harga TBS dan CPO di dalam bursa.
“Kalimantan Barat memang menjadi produsen CPO terbesar kedua setelah Riau. Namun, belum banyak pelaku usaha yang ikut mendorong harga dalam Bursa CPO Indonesia. Kami berharap anggota GAPKI aktif bertansaksi agar ikut menentukan harga TBS dan CPO di dalam bursa,” ucap Manumpak.
Kepala Bidang SDM dan Hubungan Internasional DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Djono Albar Burhan mendukung adanya Bursa CPO di Indonesia. Kehadiran Bursa CPO Indonesia berdampak bagi petani kelapa sawit karena produk TBS yang dihasilkan petani kelapa sawit merupakan produk hulu dari CPO.
Penetapan harga TBS diharapkan mengacu pada harga acuan CPO di bursa sehingga penetapan harga TBS menjadi lebih cepat dan transparan.
“Setelah adanya Bursa CPO Indonesia, harga TBS relatif semakin stabil. Kestabilan harga ini merupakan hal yang diharapkan para petani kelapa sawit,” ujar Djono.
Djono mengungkapkan, perlunya Bursa CPO Indonesia untuk memfasilitasi perdagangan bursa minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil/PKO). Hal ini karena PKO juga menjadi faktor penentu harga TBS.
Selain itu, bursa diharapkan menjadikan petani kelapa sawit sebagai mitra strategis dalam penguatan tata kelola perdagangan CPO di Indonesia.
(FAY)