Rilis Kinerja APBN, Begini Realisasi Anggaran Bantalan Sosial Indonesia
Subsidi BBM, bantuan upah pekerja, hingga kartu Prakerja jadi fokus pemerintah tahun ini.
IDXChannel - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja merilis kinerja anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) RI pada Kamis, (24/11).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan pada periode Januari hingga Oktober 2022, APBN mencatatkan defisit Rp169,5 triliun.
Defisit ini terjadi karena nominal belanja negara lebih tinggi daripada pendapatannya. Hingga Oktober 2022, belanja tercatat mencapai Rp2.351,1 triliun atau sekitar 75,7% terhadap APBN berdasarkan Perpres 98/22.
Adapun pendapatan negara hanya mencapai Rp2.181,6 triliun, sehingga terdapat selisih Rp169,5 triliun atau setara dengan 0,91% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Menurut Kemenkeu, belanja pemerintah tahun ini juga difokuskan untuk penyaluran berbagai bantuan sosial dan program pemulihan ekonomi nasional.
Belanja anggaran untuk kementerian/lembaga mencapai Rp754,1 triliun. Sementara transfer ke daerah mencapai Rp679,23 triliun dan pembiayaan investasi sebesar Rp 77,92 triliun.
Adapun realisasi belanja non kementerian/lembaga sebesar Rp917,7 triliun didorong oleh pembiayaan kompensasi, subsidi, dan program kartu prakerja.
Realisasi belanja non kementerian/lembaga inilah yang menjadi penopang program bantalan sosial di Tanah Air.
Di tengah risiko ketidakpastian global, peran APBN sangat penting menjadi shock absorber dan perlu dioptimalkan agar dapat memberi manfaat secara luas, terutama bagi masyarakat terdampak.
Subsidi BBM Hingga Prakerja, Bantalan Sosial Utama 2022
Subsidi energi, kesehatan, subsidi upah, hingga bantuan ekonomi masih menjadi fokus utama pembiayaan pemerintah di tahun 2022.
Di tahun 2022, belanja subsidi dan kompensasi energi masing-masing mencakup Rp184,5 triliun dan Rp268,1 triliun hingga akhir Oktober 202.
Sementara Kemenkeu mencatat realisasi penyaluran subsidi ini meningkat dibanding tahun 2021 yang hanya sebesar Rp144,4 triliun. Bahkan angkanya melonjak dibanding di tahun pandemi 2020 yang hanya Rp125,2 triliun.
Adapun kompensasi merupakan dana yang dibayarkan oleh pemerintah kepada badan usaha atas kekurangan penerimaan perusahaan akibat menanggung selisih harga jual berdasarkan formula dengan harga jual tidak berdasarkan formula.
Dengan kata lain, selisih antara harga jual BBM dan listrik dengan harga keekonomian akan ditanggung perusahaan yang kemudian dikompensasi oleh pemerintah.
Dana kompensasi ini disalurkan kepada PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Seperti diketahui, jenis BBM yang dikompensasi pemerintah, yakni Pertalite dan Solar, dan listrik.
Sementara itu, total realisasi subsidi yang lebih tinggi ini digunakan untuk peningkatan volume penyaluran barang bersubsidi, hingga penopang kenaikan harga BBM dan LPG.
Adapun secara rinci, subsidi BBM solar dan minyak tanah yang ditanggung pemerintah mencapai 13,3 juta kiloliter. Sementara subsidi LPG 3 kg mencapai 5,8 juta metrik ton.
Pemerintah juga menyalurkan listrik bersubsidi kepada 38,7 juta pelanggan, subsidi perumahan 152,2 ribu unit hingga penyaluran kredit usaha rakyat mencapai Rp301,3 triliun.
Pengangguran, badai PHK akibat pandemi Covid-19, hingga potensi angkatan kerja RI yang meningkat dan ketidakpastian ekonomi mendorong pemerintah mengeluarkan program Kartu Prakerja.
Mengutip laman Kemenkeu, Kartu Prakerja adalah bantuan biaya pelatihan bagi masyarakat Indonesia yang ingin memiliki atau meningkatkan keterampilannya.
Kartu Prakerja tidak hanya untuk mereka yang sedang mencari pekerjaan, namun juga buruh, karyawan dan pegawai. Pendeknya, semua warga bangsa yang berusia 18 tahun ke atas dan tidak sedang sekolah atau kuliah, boleh mendaftar.
Pada September hingga Oktober 2022, terjadi penambahan pagu program Kartu Prakerja sebesar Rp7 triliun, sehingga total anggaran untuk program ini mencapai Rp18 triliun.
Realisasi hingga 31 Oktober sebesar Rp12,9 triliun untuk membantu biaya pelatihan, insentif mencari kerja, bagi 3,67 juta peserta kartu pra kerja.
Pemerintah juga menyalurkan program perlindungan sosial tambahan mencapai Rp333,8 triliun per akhir Oktober 2022.
Adapun rinciannya disalurkan untuk 10 juta keluarga penerima manfaat PKH, bantuan tunai PKL WN kepada 2,1 juta penerima, kartu sembako kepada 18,7 juta penerima manfaat, subsidi bunga KUR 6,3 juta debitur.
Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng juga digelontorkan terhadap 23,9 juta penerima dan BLT desa mencapai 7,5 juta penerima manfaat.
BLT BBM juga diberikan dengan realisasi mencapai Rp6,21 triliun untuk 20,65 juta penerima manfaat,
Menanggapi inflasi yang kian tinggi, pemerintah juga menyalurkan Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp7,68 triliun untuk 12,8 juta pekerja yang bergaji di bawah UMR Jakarta, hingga dukungan APBD untuk pemerintah daerah mencapai Rp1,71 triliun.
Anggaran kesehatan juga masih menjadi konsen pemerintah mengingat pandemi Covid-19 masih belum berakhir.
Hingga Oktober 2022, penyaluran anggaran kesehatan regular mencapai 91 triliun sementara untuk penanganan Covid-19 mencapai Rp 40,7 triliun. Jumlah ini melandai dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp 114,8 triliun hanya untuk penanganan Covid-19 saja.
Anggaran ini paling banyak terserap untuk belanja di kementerian/lembaga dengan alokasi Rp37,3 triliun untuk pertanggungan JKN dan klaim pelayanan pasien Covid-19 mencapai Rp 25,3 triliun.
Adapun pemerintah juga mengalokasikan Dana Desa untuk penanganan Covid-19 mencapai Rp4,6 triliun.
Sementara untuk Program Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN), sebanyak Rp48,6 triliun digunakan untuk anggaran penanganan kesehatan klaim pasien Rp 27,3 triliun dan insentif nakes Rp3,1 triliun.
Anggaran vaksinasi Covid-19 tercatat mencapai Rp2,8 triliun, insentif perpajakan Rp1,8 triliun dan dukungan APBD termasuk Dana Desa untuk penanganan Covid-19 mencapai Rp12,3 triliun.
Sementara untuk SiLPA (sisa lebih pembiayaan anggaran), kata Sri Mulyani sebesar Rp270,4 triliun. Menurutnya, ini adalah strategi pemerintah menghadapi volatilitas di tahun 2023.
"Kita akan mengakumulasi SiLPA yang cukup signifikan karena faktor pembiayaan 2023 yang ada untuk meminimalkan dampak volatilitas. Untuk jaga cash buffer. Kalau nanti liat SiLPA besar di akhir tahun, itu by design kita untuk mengelola risiko di tahun anggaran selanjutnya," pungkas Sri Mulyani. (ADF)