Rupiah Melemah dan Modal Asing Keluar, Sri Mulyani: Kita Perlu Waspada
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menyebut, pemerintah masih perlu mewaspadai pergerakan pasar keuangan domestik karena volatilitas politik global.
IDXChannel - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menyebut, pemerintah masih perlu mewaspadai pergerakan pasar keuangan domestik karena volatilitas politik global.
"Dari global adalah adanya sekarang makin confirm bahwa suku bunga Federal Reserve tidak akan mengalami penurunan sebanyak seperti yang diharapkan market," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa Edisi Juni 2024, Kamis (27/6/2024).
Untuk pergerakan nilai tukar Rupiah di level Rp16.431 per USD pada Mei 2024 dan sempat mengalami peningkatan, baik karena sentimen di dalam negeri maupun global.
Pelaku pasar, lanjutnya, semula mengharapkan adanya penurunan suku bunga The Fed sebanyak 4 hingga 5 kali dalam tahun ini. Namun Fed Fund Rate masih mengalami posisi yang stabil di 5,5 persen dan tidak terjadi tanda-tanda penurunan, bahkan lebih optimistis penurunan hanya 1 kali pada tahun ini.
"Ini yang menyebabkan ekspektasi market yang kecewa atau yang tidak tersampaikan, kemudian menimbulkan suatu reaksi, terutama terlihat pada April hingga Mei lalu. Kalau Mei ditambah faktor domestik kita, kemudian menyebabkan penguatan dolar indeks yang menyebabkan depresiasi dari mata uang, termasuk Rupiah kita," dia menjelaskan.
Rupiah mengalami depresiasi 6,58 persen (ytd). Senada dengan beberapa negara emerging lain, namun Brasil depresiasinya lebih dalam.
"Atau kalau Anda sekarang baru mengikuti Jepang mengalami depresiasi yang sangat dalam, bahkan pada levelnya sudah comparable dengan 1996. Ini juga tentu menimbulkan dinamika dari negara-negara partner dagang kita," ungkap Sri Mulyani.
Sedangkan US Treasury juga mengalami kenaikan, jadi dalam hal Fed Fund Rate tidak mengalami penurunan, sementara dari sisi fiskal APBN di Amerika Serikat (AS) mengalami defisit yang tinggi, sehingga menyebabkan US Treasury harus mengeluarkan banyak sekali bonds, dan mengakibatkan harganya jatuh, yield naik.
Sri Mulyani menyebut US Treasury mencapai 4,25 persen yang relatif tinggi sejak April. Pemerintah Indonesia memang melihat dari pasar keuangan, pasar global dan sukuk bonds menjadi salah satu yang perlu diwaspadai.
"Karena dinamikanya muncul dan terjadi rembesan ke dalam adalah melalui pasar keuangan ini," katanya.
Selain itu, pasar SBN mengalami capital outflow Rp42,37 triliun (ytd) atau outflow Rp7,29 triliun secara mtd. Sedangkan untuk pasar saham mencatatkan outflow Rp6,14 triliun (ytd) atau Rp2,01 triliun (mtd).
"Sehingga total outflow sampai dengan Juni mencapai Rp9,3 triliun, ini yang mungkin kita perlu waspadai dalam artian respons dari APBN, fiskal policy adalah nanti kepada berbagai pos yang berpengaruh kepada nilai tukar dan yang immediate tentu dari sisi pembiayaan terutama dari sisi issuen," tutur Sri Mulyani.
(FAY)