Sambut Hari Kemerdekaan, Dubes Ukraina Serukan Keberanian Hadapi Peperangan
Masyarakat Ukraina pada tanggal 24 Agustus kemarin telah merayakan Hari Kemerdekaan.
IDXChannel - Masyarakat Ukraina pada tanggal 24 Agustus kemarin telah merayakan Hari Kemerdekaan. Namun, tidak seperti sebelumnya, perayaan Hari Kemerdekaan masih diwarnai situasi yang mencekam akibat perang melawan Rusia.
Ini adalah peringatan penandatanganan Undang-undang Deklarasi Kemerdekaan Ukraina oleh Verkhovna Rada (Parlemen) Republik Sosialis Soviet Ukraina di tahun 1991.
“Ukraina telah menempuh perjalanan jauh demi meraih kemerdekaan yang sesungguhnya. Sehingga apapun yang membuatmu takut, hadapi itu dengan berani demi kemerdekaan,” tegas Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin, pada Rabu (24/8/2022) malam.
Perjuangan bangsa Ukraina dimulai dengan persatuan berbagai suku Slavia di wilayah yang kini menjadi negara Ukraina, dan diakhiri dengan pembentukan negara Rus yang beribukota Kyiv pada abad ke-9.
Bertepatan dengan Hari Kemerdekaan sekalipun, Moskow masih melancarkan perang brutal melawan Ukraina atas dasar argumen Putin yang imperialistis dan tidak masuk akal, yang percaya bahwa Ukraina tidak pernah berdiri sebagai suatu negara dan bangsa Ukraina tidak berhak menentukan nasib sendiri serta bernegara, tidak memiliki bahasa, budaya dan sejarahnya sendiri.
Serupa, 77 tahun yang lalu, Indonesia juga harus melakukan perlawanan menentang kolonialisme dan berjuang melalui jalur diplomasi yang berliku.
Hingga akhirnya pada 21 Januari 1946, Dmytro Manuilsky, Utusan Tetap Ukraina untuk PBB, mengusulkan untuk membahas isu Indonesia dalam sidang DK PBB, yang berhasil membuat Indonesia diakui secara global sebagai negara merdeka dan berdaulat.
Indonesia sendiri mengakui kemerdekaan Ukraina pada tanggal 28 Desember 1991 pasca Uni Soviet runtuh. Kemudian pada tanggal 11 Juni 1992, kedua negara menjalin hubungan diplomatik.
"Tahun ini adalah peringatan 30 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Ukraina. Saya sampaikan komitmen Indonesia untuk terus memperkuat kerja sama," ucap Presiden Indonesia Joko Widodo pada tanggal 29 Juni 2022 ketika beliau melakukan kunjungan bersejarah ke Ukraina.
Kedaulatan dan kemerdekaan adalah dua hal paling penting dalam dunia demokrasi nan bebas, juga penting untuk setiap negara termasuk Ukraina dan Indonesia.
Tetapi yang terjadi sekarang adalah, Ukraina dihadapkan dengan serangan brutal tentara Moskow. Tanpa gentar, Ukraina melindungi kebebasan, perdamaian, dan demokrasi dunia.
Bangsa Ukraina tidak merayakan Hari Kemerdekaan dengan mengadakan parade dan acara meriah, melainkan dengan gagah berani mempertahankan kedaulatan serta integritas wilayah Ukraina yang sedang dihujani tembakan dan bom.
Alih-alih menjelajahi ruang angkasa, mengembangkan berbagai tren global baru dalam bidang ekonomi, lingkungan dan teknologi, rakyat Ukraina justru harus menggali parit, membangun tempat perlindungan bom, menyelamatkan orang-orang yang terluka dan berjuang demi melindungi kerabat mereka dari serangan rudal. Sulit untuk dibayangkan, namun ini semua benar terjadi di benua Eropa pada abad ke-21.
Akibat agresi rezim Moskow, Ukraina telah dan terus menderita kerugian besar. Pertama adalah korban jiwa. Rudal, bom, tembakan artileri dan peluru digunakan penjajah untuk menyerang warga sipil Ukraina, tanpa alasan yang jelas.
Sejak awal invasi, lebih dari 6.5 juta orang Ukraina menjadi pengungsi dan untuk sementara waktu harus pindah ke negara-negara tetangga. 8 juta orang Ukraina lainnya kini menjadi pengungsi internal (Internally Displaced Persons).
“Perang macam apa yang dikobarkan diktator Moskow? Datanya sudah banyak. Sejak awal invasi, Rusia telah menyerang lebih dari 22,000 objek sipil. Apakah ini masih bisa disebut operasi militer khusus atau sejenisnya? tanya Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin.
Tentu saja tidak, lanjut dia, apa yang Rusia sedang lakukan adalah aksi terorisme, yang mencakup kejahatan genosida terhadap orang Ukraina yang cinta damai.
Perang ini tidak hanya merenggut nyawa orang Ukraina, tetapi juga mencoba untuk menghapus warisan budaya kami. Bom dan rudal telah menghancurkan museum, perpustakaan, masjid dan gereja, universitas dan gedung teater di Ukraina.
Ini adalah momen penentuan bagi seluruh dunia demokrasi dan beradab. Ketika neokolonialisme Moskow sekali lagi menyerang perdamaian dan kemanusiaan setelah 30 tahun berlalu.
Negara-negara dunia tidak berhak bersembunyi atau berpaling, karena penganut fasisme Moskow tidak akan berhenti sampai makin banyak wilayah Ukraina berada di bawah pendudukan Rusia, dan sampai makin banyak orang Ukraina dibunuh atau diperbudak.
Delapan tahun yang lalu, Rusia memulai serangan terhadap kebebasan warga negara Ukraina yang merdeka dengan menduduki Krimea. Sejak itu, umat Islam Ukraina dari suku Tatar Krimea dan sebagainya selalu menderita, berjuang dan berharap bahwa Krimea dan Donbas akan kembali ke Ukraina, di mana komunitas-komunitas Muslim dahulu hidup makmur dan sejahtera.
Tujuan Moskow selama ini adalah menyingkirkan orang Tatar Krimea, dengan cara deportasi, penindasan secara massal, serta dengan mengakibatkan bencana kelaparan pada tahun 1932 yang beberapa kali dilakukan oleh berbagai rezim totaliter dan kembali dijalankan Kremlin sejak tahun 2014 saat menduduki semenanjung Krimea.
Saat ini, kebijakan rezim Moskow ditujukan untuk mengusir umat Islam Tatar Krimea dan kelompok-kelompok etnis Ukraina lainnya dari Krimea, lalu menempatkan orang Rusia di sana. Per hari ini, sudah ada lebih dari satu juta orang yang menetap di Krimea secara ilegal.
“Janganlah kita lupa bahwa deportasi orang Tatar Krimea belum pernah dilakukan sebelumnya. Karena ini menyangkut pengusiran penduduk dari tempat kelahiran mereka,” tegasnya.
Menurut Pusat Sumber Daya Suku Tatar Krimea, setidaknya 238.500 orang telah diusir dari Krimea, dan jumlah korban jiwa pada tahun-tahun pertama mencapai 110.200 atau sebanyak 46.2% dari jumlah total orang yang dideportasi.
Tindak kejahatan yang saat ini dilakukan Federasi Rusia sudah berlangsung sejak lama. Suku Tatar Krimea dibantai pada saat aneksasi Semenanjung Krimea pertama kali tahun 1783. Setelah itu, elit Tatar Krimea dibantai secara sistematis pada awal abad ke-20.
Kami masih ingat deportasi suku Tatar Krimea yang terjadi pada tahun 1944, kemudian pendudukan Semenanjung Krimea pada 2014 – ketika Rusia sekali lagi mencoba untuk melenyapkan suku Tatar Krimea dengan cara deportasi hibrida.
Kali ini, Rusia tidak secara langsung membawa mereka keluar dari Krimea menggunakan mobil barang, melainkan menciptakan situasi yang akhirnya memaksa orang Tatar Krimea untuk meninggalkan tanah air bersejarah mereka.
Pada tahun 2014, rezim Moskow memulai perang melawan Ukraina dengan merebut Krimea. Jelas, perang ini harus berakhir dengan pembebasan Krimea serta penjatuhan hukuman terhadap para penggagas “operasi militer khusus”, yang namanya tercatat dalam protokol dewan keamanan Federasi Rusia tanggal 21 Februari.
“Hari ini, kami merayakan Hari Kemerdekaan kami dengan memegang senjata demi mempertahankan kemerdekaan negara kami. Seperti yang dikatakan oleh Sutan Syahrir: “Apapun yang membuatmu takut, hadapilah dengan berani”,” tegasnya.
Ukraina berharap bahwa Indonesia akan mengikuti KTT Platform Krimea Internasional yang kedua. Presiden Zelenskyy telah menyampaikan undangan secara langsung ke Presiden Joko Widodo.
Dukungan Indonesia terhadap KTT ini diharapkan dapat menjadi dukungan yang signifikan bagi umat Islam Ukraina, terutama mengingat Indonesia saat ini memegang Presidensi G20 dan menjadi anggota Champion Group of the Global Crisis Response Group PBB.
Selain itu juga mengingat kunjungan Presiden Joko Widodo ke Kyiv tidak lama lalu yang kembali menegaskan dukungan Indonesia terhadap kedaulatan Ukraina.
Sayangnya, kita juga harus mengakui bahwa agresi rezim Moskow terhadap Ukraina tidak hanya merusak agenda G20 dan menghambat kinerja pemerintah Indonesia, tidak hanya menyebabkan krisis global dalam bidang keuangan, perdagangan, energi, ketahanan pangan dan logistik, tetapi juga menyebabkan krisis diplomasi dan kepercayaan politik terparah sejak Perang Dunia II.
Sementara rezim Moskow terus memeras dunia dengan ancaman kelaparan, teror dan serangan nuklir, Ukraina tengah berusaha untuk mengirimkan gandum ke pasar global.
Saat ini Ukraina mendorong masyarakat dunia, PBB, dan IAEA untuk lebih tegas lagi dalam membebaskan PLTN Zaporizhia, juga tak henti berusaha untuk membebaskan Ukraina dan seluruh dunia dari wabah fasis Moskow abad ke-21.
Untuk itu seluruh dunia harus menghentikan diktator Kremlin yang brutal. Netralitas dan pasifisme memang berguna untuk mencegah terjadinya konflik bersenjata, namun apa yang kini dilakukan rezim Moskow adalah invasi skala penuh di tengah benua Eropa sesuatu yang belum pernah terjadi dalam 75 tahun terakhir.
Diplomasi saja sangatlah tidak cukup. Seperti yang Bung Karno katakan: “Barangsiapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam.” Kita harus menyelami lautan keadilan dan kemanusiaan untuk menemukan mutiara kebebasan.
Tidak peduli seberapa keras kita mencoba untuk tidak memikirkan tentang perang, itu akan selalu ada: peperangan antara kebaikan dan kejahatan, antara demokrasi dan totalitarianisme masih berlanjut hingga saat ini.
Pemimpin dan kelompok elit dunia harus mengerti bahwa perang ini hanya dapat berakhir dengan kekalahan agresor dan keruntuhan total rezim fasis Moskow.
(NDA)