Seimbangkan Pasar, Rusia Usul Pengurangan Produksi Minyak Satu Juta Barel per Hari
Rusia diyakini bakal menjadi salah satu pengusul untuk diterapkannya pemangkasan produksi minimal satu juta barel per hari.
IDXChannel - Kondisi pasar minyak dunia yang volatile dalam beberapa waktu terakhir memunculkan wacana pengurangan produksi untuk menciptakan keseimbangan baru di pasar internasional.
Wacana ini bertentangan dengan permintaan Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara Eropa yang justru berharap produksi minyak dunia terus ditambah agar dapat menekan fluktuasi harga di pasaran.
Silang wacana ini akan dibahas dalam pertemuan negara-negara pengekspor minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) bersama para sekutunya, atau biasa disebut OPEC+, pada Rabu (5/10/2022) pekan depan.
Rusia, sebagai salah satu bagian dalam OPEC+, diyakini bakal menjadi salah satu pengusul untuk diterapkannya pemangkasan produksi minimal satu juta barel per hari. Oleh sebagian pihak, langkah pemangkasan ini menjadi opsi yang paling realistis diambil oleh OPEC+ menyusul pelemahan harga minyak yang cukup parah dalam beberapa waktu terakhir.
Namun demikian, meski belum ada sinyal bakal dilakukannya pemangkasan, OPEC+ telah memutuskan menolak tekanan dari pihak AS dan sekutunya yang meminta kenaikan produksi minyak dunia, dengan alasan untuk membantu geliat perekonomian global.
Sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (28/9/2022), harga minyak mentah Brent terpantau naik pada hari Selasa karena pemotongan pasokan Teluk AS, naik lebih lanjut di tengah potensi proposal Rusia, dengan kontrak naik hampir empat persen ke sesi tertinggi USD87,15 per barel.
Bulan Agustus lalu, OPEC telah memproduksi 3,58 juta barel per hari di bawah target mereka, karena beberapa anggotanya berada di dalam sanksi dan kurangnya investasi.
Awal bulan ini, JP Morgan menyatakan keyakinannya bahwa OPEC+ mungkin membutuhkan intervensi berupa pemotongan hingga satu juta barel per hari demi menghindari tren penurunan harga dan menyeimbangkan kembali pasar.
"Hanya pengurangan produksi oleh OPEC+ yang dapat mematahkan momentum negatif dalam jangka pendek," ujar Analis UBS, Giovanni Staunovo dan Wayne Gordon, dalam laporan tersebut.
Sementara, Rusia sejauh ini masih mempertahankan produksi minyak di tengah sanksi Barat pada sektor energi dan keuangannya seiring invasinya ke Ukraina. Meski begitu, Arab Saudi tidak mengutuk tindakan Moskow yang tetap berproduksi, di tengah hubungan yang sulit dengan pemerintahan Presiden AS, Joe Biden.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman berbicara pekan lalu, membenarkan niat mereka untuk tetap berpegang pada perjanjian yang ada. (TSA)
Penulis: Ribka Christiana