Serikat Buruh Gunungkidul Sebut 40 Persen Pengusaha Tak Bayarkan Gaji sesuai UMK
Ada sekitar 155 usaha yang pekerjaannya terdaftar di KSPSI. Sekitar 40 persen yang belum memenuhi upah sesuai UMK.
IDXChannel - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI Kabupaten Gunungkidul menemukan 40 persen pengusaha di Gunungkidul masih memberikan gaji bagi pekerjanya dibawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang telah ditetapkan.
Sekretaris KSPSI Gunungkidul, Agus Budi Santoso menggolongkan 3 jenis kegiatan usaha besar, menengah dan kecil. Kegiatan usaha besar meliputi perusahaan dengan jumlah karyawan diatas 200 orang, menengah 50 orang dan kecil dibawah 30 orang.
"Ada sekitar 155 usaha yang pekerjaannya terdaftar di KSPSI. Nah, 40 persen yang belum memenuhi upah sesuai UMK itu jenis usaha kecil seperti restoran dan UKM," katanya, Senin (01/05/2023).
Dia menyebut 40 persen pengusaha rata-rata hanya membayarkan upah antara Rp 1,5 juta sampai Rp 2,7 juta. Padahal, pada tahun 2023 ini nilai UMK di Gunungkidul adalah sebesar Rp 2,04 juta.
"Sebetulnya ini penyakit lama, sejak 2008 KSPSI mengawal UMK selalu ditemukan kasus seperti ini," terangnya.
Dia menyebut bahwa berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja memberi angin segar bagi pelaku UKM yang mengecualikan dari kewajiban membayarkan upah sesuai UMK. Dispensasi ini kemudian diatur lebih lanjut pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan, khususnya di pasal 36, 36 dan 38.
"Sehingga ada pengecualian apabila kondisi ekonomi di wilayah tersebut sedang buruk sehingga tidak memungkinkan bagi UKM memberikan gaji sesuai UMK," paparnya.
Dalam hal ini, pihaknya dapat menerima apabila kondisi ekonomi tidak stabil, namun KSPSI tetap meminta kepada pengusaha UKM untuk menaikkan upah rutin setiap tahun meskipun belum memenuhi UMK.
"Hukumnya wajib menaikkan upah meskipun belum bisa sesuai UMK. Berapapun jumlahnya harus ada kenaikan," tegasnya.
Pada peringatan Hari Buruh ini, KSPSI Gunungkidul juga memiliki sejumlah tuntutan, diantaranya adalah menolak tegas rencana diterbitkannya RUU BPJS Kesehatan. KSPSI menilai jika RUU BPJS Kesehatan disahkan, maka akan terjadi kerancuan pada sistem pengendaliannya.
"Di RUU ini untuk pendanaan tidak lagi langsung dibawah tanggungjawab Presiden, tetapi dialihkan kepada Menteri. Ini akan berbahaya karena akan merusak independensi pengelolaan pendanaannya," bebernya.
Kemudian, KSPSI juga menolak adanya wacana peraturan pelarangan berserikat bagi pekerja/buruh. Jika hal ini terjadi, maka tidak menutup kemungkinan hak-hak buruh akan semakin dikesampingkan.
"Kehadiran serikat pekerja ini salah satunya adalah untuk memperjuangkan hak. Bayangkan saat ini, ada serikat pekerja saja masih banyak perusahaan nakal. Apalagi kalau nanti ada wacana pelarangan pekerja untuk membuat suatu serikat. Buruh akan semakin tertindas," pungkasnya.
(SAN)