ECONOMICS

Soal Tudingan "Mengcovidkan" Pasien Demi Cari Untung, Ini Klarifikasi Persi dan Perawat

Avirista M/Kontributor 28/06/2021 11:04 WIB

Menanggapi banyak tudingan mengcovidkan pasien, Persi dan seorang perawat di RS Rujukan Covid-19 angkat bicara.

Tudingan mengcovidkan (Dok.MNC Media)

IDXChannel - Anggapan banyak orang yang menyebut tenaga kesehatan (nakes) banyak memvonis Covid-19 atau mengcovidkan, pasien dibantah oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) dan seorang perawat rumah sakit rujukan Covid-19 di Malang. 

"Ada aturan yang kuat sekali kapan pasien itu ditentukan atau didiagnosis sebagai (terinfeksi) Covid-19," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Persi, Lia G Partakusuma, dalam jumpa pers virtual, Minggu (20/6/2021).

"Pihak rumah sakit pun harus melampirkan banyak sekali dokumen pendukung untuk menyampaikan bahwa (hasil diagnosis pasien) ini Covid-19," imbuhnya.

Selain itu, perawat pasien Covid-19 di RS Lavalette Malang Eko Yanuar juga menyebut, ada beragam gejala pasien Covid-19. Dimana setiap orang yang terpapar Covid-19 memiiki gejala berbeda-beda, tergantung kondisi imunitas tubuhnya. 

"Aku agak memaklumi beberapa orang menganggap Covid-19 nggak ada, karena mereka nggak tahu, antara pasien terkena covid gejala berbeda - beda bisa 180 derajat," ucap Eko ditemui di rumahnya, Minggu malam (27/6/2021). 

Dalam proses tes swab sendiri dijelaskan dia ada yang namanya range CT value setiap orang berbeda - beda. Range CT value adalah CT value merupakan jumlah siklus yang diperlukan hingga sinyal fluoresens melampaui atau melewati ambang (threshold). Sinyal fluoresens ini sendiri yang nantinya bakal menentukan seseorang ini positif Covid-19 dari metode tes swab PCR. 

"Di Covid itu di-swab ada namanya range CT value, nilai dari tingkat infeksinya, bila berat, range CT value-nya pasti rendah, biasanya di bawah 30, tapi positif. Ada yang 30 ke atas, di bawah 40 itu sudah positif, tapi biasanya nggak ada gejala," ungkap perawat satu orang anak ini. 

Hal ini yang disebutkan Eko, banyak masyarakat yang seolah sangsi akan adanya penyakit Covid-19. Apalagi ia pernah berinteraksi bahwa ada orang yang menuduh tenaga kesehatan memvonis Covid-19 anggota keluarganya, melalui tanda tangan yang diisi keluarga pasien. 

"Orang awam itu yang nggak tahu seperti itu, jadi kadang orang yang nggak paham dimasukkan rumah sakit, jangan tanda tangan nanti di-covidkan, padahal itu untuk tanda tangan misalnya benar - benar positif, semua akan ditanggung pemerintah, persetujuan bebas biaya," terang Eko. 

Ia pun menepis bila tenaga kesehatan diuntungkan dengan adanya insentif pencairan dana Covid-19 yang diberikan negara ke rumah sakit dan tenaga kesehatan. Dijelaskannya, tak semua tenaga kesehatan menerima insentif tersebut, hanya mereka yang berkontak erat dan merawat pasien Covid-19 sajalah yang dicover insentif tersebut. 

"Diberikan pemerintah itu untuk apresiasi, istilahnya bayar resiko orang yang nggak merawat pasien covid ya nggak dapat, meskipun nakes apapun itu, kalau nggak kontak langsung dengan pasien covid. Jadi itu sudah disosialisasikan berapa kali menangani pasien, merawat berapa hari, berapa bulan, saya dapat segini kalau kurang dari ini pasti ada (kecurangan), ternyata sesuai dengan apa yang kita menangani sesuai memang bersihlah," beber dia. 

Justru ia mengakui bila ada beberapa kali insentif ini terlambat cair dan lama turunnya. Namun hal ini dimakluminya karena terkadang proses pencairan tersebut memerlukan alur. Terpenting insentif itu memang diterima langsung oleh tenaga kesehatan di rekening masing-masing, tanpa melalui instansi tempatnya kerja. 

"Kadang cepat kadang lambat biasalah, tetap cair tapi, tidak ada potongan. Cairnya juga langsung ke rekening nakes-nya. Namun itu kan bagian dari membayar sebuah resiko tadi," tegasnya. 

Di tengah peningkatan kasus pasien Covid-19, pihaknya berpesan kepada masyarakat yang masih tak percaya Covid-19 agar tak menyebarkan dan memprovokasi lainnya, untuk mengikuti pendapatnya. 

"Kalau nggak percaya nggak apa - apa, tapi jangan ngompor - ngompori orang lain untuk lalai protokol kesehatan. Toh mereka (yang tidak percaya Covid-19 dan abai protokol kesehatan) belum pernah merasakan jadi pasien Covid yang gejala sedang dan berat kayak apa," jelasnya. 

"Mungkin Anda sehat, masih muda, tapi apa nggak mikir keluarganya yang di rumah, ada yang tua punya sakit bawaan, yang muda masih sehat, tapi kan dia bisa menjadi carier pembawa penyakit, bisa menularkan bisa berakibat fatal ke keluarganya," pungkasnya. 

(IND) 

SHARE