ECONOMICS

Sri Mulyani: Kalau Tidak Efisiensi, Defisit APBN 2025 Pasti Naik Lebih Tinggi Lagi

Anggie Ariesta 02/07/2025 09:15 WIB

Sri Mulyani menegaskan, kondisi APBN tidak dapat dilihat secara sederhana, mengingat tekanan pada penerimaan dan kebutuhan belanja prioritas.

Sri Mulyani: Kalau Tidak Efisiensi, Defisit APBN 2025 Pasti Naik Lebih Tinggi Lagi. (Foto iNews Media Group)

IDXChannel - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kompleksitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 di hadapan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Hal itu guna menanggapi sorotan tajam dari anggota dewan terkait pembengkakan defisit dan kebijakan buka blokir anggaran.

Sri Mulyani menegaskan, kondisi APBN tidak dapat dilihat secara sederhana, mengingat tekanan pada penerimaan dan kebutuhan belanja prioritas.

Anggota Banggar DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit mulanya mempertanyakan efisiensi anggaran sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang seharusnya menghemat APBN 2025 sebesar Rp306,7 triliun. Namun, defisit APBN 2025 justru diperkirakan akan membengkak menjadi Rp662 triliun atau 2,78 persen dari PDB hingga akhir tahun, dari target awal Rp616,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB.

Dolfie juga mempertanyakan rencana penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) 2024 sebesar Rp85,6 triliun dan keputusan sepihak pemerintah membuka blokir anggaran sebesar Rp134,9 triliun tanpa persetujuan DPR.

"Kenapa tidak jadi dihemat malah utangnya nambah minta izin lagi gunakan SAL, ini narasinya belum jelas," kata Dolfie kepada Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Banggar DPR RI, Selasa (1/7/2025).

Dolfie juga mengungkapkan kegelisahannya soal keputusan sepihak pemerintah yang pada akhirnya membuka blokir anggaran efisiensi sebesar Rp134,9 triliun, tanpa meminta persetujuan dari DPR.

"Jadi buka blokir ini dasarnya apa? Ketika minta penghematan pemerintah datang ke DPR minta persetujuan anggaran akan dihemat, tentu DPR akan senang hati karena amanat UU APBN itu harus efisien, setuju," ujar Dolfie.

"Tapi kalau buka blokir landasannya apa? Inpres-nya jelas blokir anggaran, tidak disebutkan di Inpres-nya syarat dan ketentuan buka blokir, ini harus dijelaskan dulu dasar dari pembukaan blokirnya, apakah buka blokir ini pemerintah datang lagi ke DPR minta persetujuan?" ujarnya.

Merespons hal itu, Sri Mulyani mengatakan, kondisi APBN tidak bisa dilihat dengan cara demikian. Menurutnya, ini karena kompleksitas kondisi APBN 2025 yang terdampak dari sisi penerimaan negara, maupun kebutuhan besar belanja negara.

Dari sisi penerimaan negara, Sri Mulyani menjelaskan adanya potensi tekanan yang membuat realisasinya diperkirakan hanya mencapai Rp2.865,5 triliun dari target Rp3.005,1 triliun. Tekanan ini disebabkan oleh tidak berlakunya kenaikan tarif PPN 12 persen secara umum dan dividen BUMN yang kini tidak lagi masuk ke dalam APBN di pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Kedua masalah tersebut, menurut dia, berpotensi mengurangi penerimaan negara sebesar Rp150 triliun, dengan rincian Rp70 triliun dari PPN 12 persen yang hanya berlaku untuk barang mewah dan kekurangan Rp80 triliun akibat dividen BUMN kini sepenuhnya masuk ke kas Danantara.

"Plus ditambah adanya restitusi dan sebagainya serta dari efek penurunan harga komoditas, seperti batu bara atau barang kena pajak lainnya yang itu di UU HPP. Itu semua masuk postur penerimaan yang tadi lebih rendah dari target yang pernah kita sampaikan," ujar Sri Mulyani.

Di sisi lain, Sri Mulyani melanjutkan, terdapat kebutuhan mendesak dari Presiden Prabowo Subianto untuk merealisasikan berbagai program prioritasnya melalui anggaran belanja negara. Hal ini membuat potensi anggaran belanja mengalami penyesuaian yang lebih sedikit dibandingkan upaya mengimbangi pelemahan penerimaan negara.

Sri Mulyani memperkirakan belanja negara sampai akhir tahun akan sebesar Rp3.527,5 triliun, sedikit lebih rendah dari target dalam APBN 2025 sebesar Rp3.621,3 triliun. 

"Sebetulnya kalau kita enggak melakukan efisiensi sementara Presiden ada program-program prioritas yang beliau lihat lebih strategis harusnya defisitnya naik lebih tinggi lagi, Pak," kata Sri Mulyani.

Oleh sebab itu, pemerintah melakukan buka blokir anggaran efisiensi sebagai upaya agar belanja negara tidak membengkak. Caranya adalah dengan menyesuaikan kebutuhan Presiden pada setiap rapat terbatas (ratas), dan tanpa harus melaporkan ke DPR karena mekanisme fleksibilitasnya sudah diatur dalam Undang-Undang APBN 2024 Pasal 20 ayat 1 huruf H.

"Jadi dari sisi kekuatan hukum sama, yang satu inpres tertulis karena seluruhnya, sedangkan yang belanja tergantung Presiden putuskan, oh kita ratas misal koperasi, maka dialokasikan segini, untuk rumah ditambah segini, ditambah MBG dilakukan, itu dilakukan sesuai arahan Presiden," kata Sri Mulyani.

Dia menegaskan, pembukaan blokir anggaran ini didasarkan pada notulen rapat terbatas.

"Pasti ada notulennya, kami tidak mungkin buka blokir karena saya pun sebagai Menteri Keuangan tidak memiliki kewenangan, makanya harus ada notulis dari Presiden itu biasanya melalui rapat terbatas (ratas)," katanya.

(Dhera Arizona)

SHARE