Sri Mulyani Waspadai Kondisi Ekonomi AS dan Eropa Bisa Berdampak ke RI
Resesi ekonomi dan inflasi tinggi yang melanda Amerika Serikat (AS) dan Eropa dikhawatirkan akan berdampak ke negara berkembang, salah satunya Indonesia.
IDXChannel - Resesi ekonomi dan inflasi tinggi yang melanda Amerika Serikat (AS) dan Eropa dikhawatirkan akan berdampak ke negara berkembang, salah satunya Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Meningkatnya risiko stagflasi dan ketidakpastian pasar keuangan global juga menjadi perhatian dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Tekanan inflasi global terus meningkat seiring dengan tingginya harga komoditas akibat berlanjutnya gangguan rantai pasok yang diperparah oleh berlanjutnya perang di Ukraina.
"Juga meluasnya kebijakan-kebijakan proteksionisme, terutama di bidang pangan. Berbagai negara terutama Amerika Serikat (AS) telah merespon naik dan tingginya inflasi dengan mengetatkan kebijakan moneter dan lebih agresif dalam meningkatkan suku bunganya, sehingga menyebabkan pemulihan ekonomi di AS tertahan," ujar Sri dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala III KSSK 2022 secara virtual di Jakarta, Senin(1/8/2022).
Dia menyebutkan, ini juga meningkatkan terjadinya fenomena stagflasi, yaitu inflasi tinggi yang dikombinasikan dengan kondisi perekonomian yang melemah. Pertumbuhan ekonomi di berbagai negara termasuk AS, Eropa, Jepang, Tiongkok, dan India diperkirakan akan lebih rendah dari proyeksi pertumbuhan ekonomi mereka yang diterbitkan sebelumnya.
"Ini disertai juga dengan semakin meningkatnya kekhawatiran terhadap kemungkinan terjadinya resesi di AS maupun juga di Eropa," ungkap Sri.
Seperti diketahui, World Bank dan International Monetary Fund (IMF) telah merevisi kebawah proyeksi pertumbuhan global untuk tahun 2022 ini, yaitu dari 4,1 persen menjadi 2,6 persen yang diproyeksikan oleh World Bank, dan dari 3,6 persen direvisi ke bawah menjadi 3,2 persen oleh IMF.
"Ketidakpastian di pasar keuangan global akibat tingginya inflasi di negara maju dan pengetatan dari kebijakan moneter telah mengakibatkan aliran keluar modal asing, khususnya investasi portofolio, dan ini juga menekan nilai tukar di berbagai negara berkembang," tutup Sri Mulyani. (RRD)