Studi Ungkap ASEAN Bisa Wujudkan Net Zero Emission dengan Harga Ekonomis
Asia Tenggara memiliki potensi dalam mengembangkan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan berguna bagi masa depan.
IDXChannel - Vice President Wärtsilä Energy untuk Timur Tengah dan Asia, Fredric Carron, mengatakan Asia Tenggara memiliki potensi dalam mengembangkan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan berguna bagi masa depan.
Dalam sebuah studi, Wärtsilä membuktikan bahwa beberapa negara di Asia Tenggara berhasil mendapatkan manfaat ekonomi dan lingkungan selama upaya mereka menuju sistem net zero emission.
"Studi ini mencakup Indonesia, Filipina, dan Vietnam, tiga negara dengan geografi, dinamika sosial ekonomi, dan sistem tenaga yang berbeda, tetapi pemodelan sistem tenaga yang canggih memberikan peta jalan yang jelas untuk masing-masing mencapai nol emisi. Mereka dapat mengurangi biaya listrik yang merata, meningkatkan sistem keandalan dan meningkatkan keberlanjutan," ujarnya dilansir Market Screener, Rabu (2/11/2022).
Studi tersebut mengkaji pemanfaatan energi emisi nol bersih berbasis data, mempelajari bagaimana mengoptimalkan sistem tenaga dan biaya operasional yang tidak mahal.
Harga bahan bakar fosil yang melonjak memberatkan kawasan Asia Tenggara yang harus memenuhi kebutuhan pasokan listrik. Kondisi tersebut membuat keamanan energi menjadi terancam dan penggunaan energi fosil secara terus menerus dapat meningkatkan ancaman kerusakan lingkungan di wilayah tersebut.
Model yang dimiliki oleh Wärtsilä menunjukkan net zero emission dapat diwujudkan oleh Asia Tenggara dan harganya ekonomis sambil menggunakan teknologi yang sudah ada. Hal ini berhasil mematahkan argumen beberapa pihak yang mengatakan bahwa Asia Tenggara tidak akan dapat mewujudkan energi nol emisi karena harganya jauh lebih mahal dibanding energi fosil.
Berbagai negara, perusahaan dan kota di seluruh dunia berupaya dan berlomba-lomba dalam mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dan mengembangkan energi nol emisi sebagai gantinya.
Berbagai negara menetapkan target dalam mengembangkan energi nol emisi, di antaranya Vietnam memiliki target untuk menjadi nol bersih pada 2050, sementara Indonesia menargetkan pada 2060. Filipina menargetkan memiliki 35% energi terbarukan pada 2030 dan sebanyak 50% pada 2040.
“Studi ini menunjukkan bagaimana negara-negara yang proaktif dan berpikiran maju dapat memodelkan jalur optimal dan mengadopsi rencana nol bersih yang dapat ditindaklanjuti," kata Carron.
Hasilnya menunjukkan bahwa negara-negara dapat memperoleh manfaat dari menambahkan lebih banyak energi terbarukan seiring pertumbuhan ekonomi mereka. Seiring waktu, pembangkit bahan bakar fosil yang tidak fleksibel dihapus dan diganti dengan energi terbarukan, seperti matahari dan angin, dan dengan kapasitas fleksibel untuk menyeimbangkan intermittensi terbarukan,” paparnya.
Mengembangkan sistem tenaga nol emisi memiliki manfaat ekonomi, karena biaya energi yang diperlukan lebih rendah dibandingkan sistem tenaga fosil. Sebagian besar negara yang ada di dunia telah merasakan manfaat ekonomi dari penggunaan tenaga surya dan angin yang menjadi tenaga pembangkit listrik.
Biaya perawatan sistem energi terbarukan juga jauh lebih rendah dibandingkan energi fosil. Model sistem nol emisi menunjukkan bahwa biaya yang digunakan dapat lebih optimal dengan menggunakan optimasi sistem tenaga dalam memaksimalkan efisiensi di setiap bagian.
"Net zero bukanlah mimpi yang jauh, itu mungkin," kata Carron.
“Pemodelan ini menunjukkan peta jalan yang jelas untuk mencapai nol bersih, yaitu dengan memperluas energi terbarukan secara cepat dan menambahkan aset fleksibel dalam dekade berikutnya, kita dapat membangun sistem tenaga netral karbon pada pertengahan abad. Langkah kunci yang sama dapat diterapkan di seluruh Asia Tenggara untuk dekarbonisasi. kekuatan dan masyarakat kita,” jelasnya. (NIA)
Penulis: Ahmad Dwiantoro