Sudah Dua Tahun Harga Beras Medium Tembus Rp13.510 per Kg, Ini Penyebabnya
Badan Pangan Nasional mencatat harga beras medium selama dua tahun terakhir melewati garis Harga Eceran Tertinggi (HET) atau menembus Rp13.510/kg.
IDXChannel - Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) mencatat harga beras medium selama dua tahun terakhir melewati garis Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan NFA, Rachmi Widiriani menjelaskan, HET beras medium itu diatur di dalam Permendag nomor 57 tahun 2017 namun harga tersebut tidak pernah dibawah HET sejak 2020.
"HET premium tidak dilampaui. Harga beras premium masih di bawah HET premium. Tapi HET medium dari awal sampai sekarang dilewati terus. Ini menjadi perhatian Badan Pangan," kata Rachmi dalam diskusi virtual bersama PATAKA, Selasa (25/10/2022).
Rachmi menjelaskan, catatan NFA per 24 Oktober 2022 harga beras medium pernah mencapai harga tertingginya yang ditemukan di wilayah Sumatera Barat dengan harga Rp13.510/kg, bahkan harga terendah di Sulawesi Selatan Rp9.690/kg pun masih diatas HET.
Adapun secara rerata, HET yang ditetapkan oleh pemerintah adalah Rp9.500/kg. Rachmi mengatakan hampir di semua provinsi di Indonesia berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Akan tetapi hal yang sama tidak terjadi pada beras premium. Sejak ditetapkannya HET untuk beras jenis tersebut, harganya tidak pernah menyentuh harga tertinggi.
Selain itu Rachmi juga menyebut terjadi juga tren kenaikan harga gabah ditingkat petani, per 24 Oktober harga gabah kering panen di tingkat petani naik 13,5% sedangkan gabah kering giling melonjak 9,2%.
Koordinator Evaluasi dan Layanan Rekomendasi, Dirjen Tanaman Pangan Kementan Batara Siagian mengatakan, kenaikan harga beras disebabkan oleh kenaikan harga gabah.
"Kalau harga gabah naik ya wajar saja, karena sebetulnya kan yang harus kita lihat itu adalah kapasitas, petani itu tidak bisa menambah kapasitas, ketika biaya produksi naik maka harganya harus naik dong," kata Batara dalam diskusi yang sama.
"Sementara risiko di petani itu sangat banyak, kalau kemarau dia tidak bisa berproduksi, kalau hujan terus dia banjir gagal produksi, jadi ketika harga naik sedikit yang notabene dia masih untung sebetulnya tidak masalah," pungkasnya.
(DES)