Sudah Swasembada Beras, Kenapa Ketahanan Pangan RI Masih Kalah dengan Malaysia?
Hal ini terjadi karena sebenarnya Indonesia sudah tidak menjadi negara agraris.
IDXChannel - Ketahanan pangan menjadi perhatian serius bagi pemerintah saat ini. Pandemi covid-19 dan Perang Rusia-Ukraina menjadikan krisis pangan sebagai ancaman.
Pada September 2022, Indonesia berhasil meraih penghargaan atas pencapaian swasembada pangan yang diberikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO). Direktur Jenderal FAO, Qu Dongyu, mengatakan menyelesaikan masalah pangan di tengah krisis pangan global akibat pandemic bukanlah hal mudah. Dia bahkan mengatakan Indonesia mencetak sejarah atas pencapaian tersebut.
Namun pencapaian tersebut seolah-olah berbanding terbalik dengan katahanan pangan Indonesia. Menurut Global Food Security Index (GFSI), indeks ketahanan pangan Indonesia berada pada angka 59,2. Hal tersebut membuat Indonesia berada di peringkat ke-69 dari 113 negara dan berada di bawah negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, bahkan Fhilipina.
Peneliti Center for Indonesian Polici Studies (CIPS), Felippa Amanta, mengatakan hal ini terjadi karena sebenarnya Indonesia sudah tidak menjadi negara agraris.
"Sektor pertanian Indonesia saat ini memang masih besar, ada 30 juta petani Indonesia saat ini. Tapi sebenarnya Indonesia sudah beralih dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa. Walaupun sektor pertanian kita tergolong besar, hampir 20 juta penduduk Indonesia masih mengalami kepalaran," ujar Felippa dikutip dari channel Youtube CIPS, Senin (24/10/2022).
Hal tersebut terjadi karena swasembada beras merupakan hal yang berbeda dengan ketahanan pangan. Swasembada beras dihitung berdasarkan jumlah produksi dibandingkan jumlah konsumsi, sementara ketahanan pangan dihitung berdasarkan ketersediaan, keterjangkauan fisik dan harga, penggunaan, stabilitas, pemberdayaan dan keberlanjutan.
Berdasarkan enam pilar ketahanan pangan di atas, Indonesia baru memenuhi ketersediaan pangan dengan swasembada beras, sementara pangan lainnya di Indonesia masih belum terjangkau, belum stabil dan belum berkelanjutan.
Bahkan dari data yang diambil dari Statistic Indonesia and Bank of Thailand menujukkan harga beras di Indonesia dua kali lipat lebih mahal dibanding harga beras Internasional.
Mahalnya harga pangan di Indonesia yang menjadi salah satu ganjalan ketahanan pangan. Walaupun Indonesia swasembada beras, namun hal itu belum cukup karena beragamnya makanan di Indonesia dan harus diimbangi dengan aspek-aspek lainnya yang wajib dipenuhi.
Felippa menambahkan jika ingin menjadi negara dengan ketahanan pangan yang kokoh, maka Indonesia harus bisa memanfaatkan potensi internal dan eksternal.
“Untuk mencapai ketahanan pangan yang kokoh, Indonesia harus memanfaatkan pertanian dalam negeri dan memanfaatkan perdagangan pangan global. Indonesia perlu mengapus semua hambatan impor yang membuat harga melambung tinggi dan perlunya intensifikasi lahan agar mampu meningkatkan jumlah produksi tanpa harus membuka lahan baru," jelas dia. (NIA)
Penulis: Ahmad Dwiantoro