Supply-Demand Tak Seimbang, Produk Petrokimia China Banjiri Pasar Global
China dilaporkan mengalami lonjakan pasokan sejumlah produk petrokimia yang dikhawatirkan membanjiri pasar global.
IDXChannel - China dilaporkan mengalami lonjakan pasokan sejumlah produk petrokimia yang dikhawatirkan membanjiri pasar global.
Dilaporkan Bloomberg (2/7/2024), sektor petrokimia di negara ini hanya beroperasi dengan kapasitas setengahnya karena beberapa produsen mengurangi produksinya.
Namun, seiring dengan berkembangnya industri ini, lemahnya permintaan domestik membuat kelebihan produk petrokimia menjadi tak terbendung.
Seiring dengan kesulitan yang dihadapi, negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini menghadapi situasi kelebihan pasokan produk petrokimia yang sangat besar.
“Setelah baja, panel surya, kini China menghadapi ketidakseimbangan struktural di produksi petrokimia yang meluas ke pasar global,” kata Charlie Vest, direktur asosiasi di Rhodium Group berbasis New York.
Melansir dari Bloomberg, pabrik-pabrik petrokimia China dilaporkan menjamur di sepanjang pantai timur negara tersebut selama satu dekade terakhir.
Pabrik ini dibangun sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan China akan plastik dan membantu perusahaan minyak menyerap kelebihan pasokan bahan bakar seiring dengan semakin populernya kendaraan listrik.
Sayangnya, output volume produksi yang besar dan permintaan yang lesu pasca pandemi Covid-19 membuat margin keuntungan yang diperoleh sangat tipis.
Namun demikian, perusahaan tetap melakukan produksi dengan harapan dapat mempertahankan pangsa pasar yang ada.
“Kelebihan kapasitas bahan kimia di China tampaknya merupakan risiko yang kurang diperhatikan dalam sektor ini. Industri di negara-negara Barat meremehkan volume dan kualitas kelebihan kapasitas yang mungkin terjadi,” tutur Michal Meidan, direktur program Riset Energi China di Oxford Institute for Energy Studies.
Supply-Demand Tak Seimbang
Bloomberg mencatat, ledakan produksi plastik China telah mengubah lansekap industri petrokimia global.
Sejumlah perusahaan swasta dan perusahaan milik negara di bidang petrokimia ini menciptakan kekuatan dominan di saat para pesaing di negara lain sedang mengalami perlambatan. (Lihat grafik di bawah ini.)
“Investasi besar China antara 2020 dan 2027 telah mengubah dinamika pasokan global, yang mengarah pada surplus struktural petrokimia di Asia dan margin keuntungan yang rendah atau negatif secara terus-menerus,” kata Kelly Cui, analis utama petrokimia di Wood Mackenzie.
Cui juga memperkirakan bahwa hampir seperempat kapasitas etilen global beresiko ditutup, meskipun China masih menambahkan produksi lebih banyak lagi.
Antara 2019 hingga akhir 2024, China menyelesaikan pembangunan begitu banyak pabrik untuk mengubah minyak mentah dan gas (migas) menjadi produk seperti etilen dan propilena.
Menurut Badan Energi Internasional (EIA), kedua jenis petrokimia tersebut adalah bahan baku mulai dari botol plastik hingga mesin yang menyebabkan kapasitas produksi China kini setara dengan Eropa, Jepang, hingga Korea Selatan.
Petrokimia jenis propilena (Polypropylene) dilaporkan yang mengalami peningkatan produksi paling dramatis.
Sebagai informasi, pabrik petrokimia di China mengubah gas menjadi material yang dikenal sebagai unit dehidrogenasi propana atau PDH.
Menurut IEA, produsen China sendiri memiliki kapasitas PDH global lebih dari dua kali lipat antara 2019 dan 2024.
Pabrik-pabrik kecil ini tidak memerlukan persetujuan dari Beijing untuk beroperasi, seperti halnya kilang-kilang besar.
Pemerintah daerah China memanfaatkan peluang ini dengan cepat melihat peluang untuk menggunakan lahan murah dan fasilitas fiskal untuk membuat pabrik petrokimia.
Upaya tersebut bertujuan untuk memenuhi permintaan akan plastik berbahan baku polipropilen, yang digunakan untuk kemasan plastik, suku cadang kendaraan bermotor, hingga peralatan listrik.
Namun, tekanan finansial dan pangsa pasar sektor petrokimia juga semakin meningkat.
Menurut Joey Zhou, seorang analis di perusahaan intelijen data ICIS, dalam beberapa tahun terakhir, pabrik PDH biasanya beroperasi pada kapasitas 80-85%. Kini, banyaknya pasokan mendorong mereka untuk menurunkan tingkat produksi, di bawah 70 persen tahun lalu, dan tahun ini beroperasi pada tingkat yang mendekati 50 persen.
Namun, setidaknya sembilan pabrik PDH lainnya diperkirakan akan mulai berproduksi pada 2024-2025.
Peralihan ini kemungkinan akan memperburuk hubungan China dengan negara tetangga seperti Korea Selatan, yang memiliki sektor penyulingan minyak yang besar.
China juga telah menjadi eksportir bersih polipropilena secara berkelanjutan mulai Maret tahun ini, menurut data bea cukai negara tersebut.
Jenis petrokimia ini dikirim ke negara-negara Asia Selatan dan Tenggara seperti Vietnam, Thailand dan Bangladesh, hingga Brasil.
Menurut Rhodium’s Vest, China selama ini sudah menjadi eksportir bersih produk-produk poliester seperti PVC dan PET, yang digunakan dalam wadah pakaian atau makanan yang dijual ke negara-negara seperti Nigeria, Vietnam dan India. (ADF)