ECONOMICS

Tak Penuhi Panggilan Satgas BLBI, Ini Deretan Kasus Tommy Soeharto

Tim Litbang MPI 26/08/2021 20:30 WIB

Sepanjang hidupnya, tercatat Tommy pernah beberapa kali tersangkut masalah hukum. Berikut deretan kasus yang menyeret nama Tommy Soeharto.

Tak Penuhi Panggilan Satgas BLBI, Ini Deretan Kasus Tommy Soeharto. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Hutomo Mandala Putra atau dikenal Tommy Soeharto tidak memenuhi panggilan yang dilakukan oleh Satgas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Namun, putra kelima Soeharto ini tidak menampakkan batang hidungnya di kawasan Gedung Syafrudin Prawiranegara, Kompleks Kementerian Keuangan.

Ketua Harian Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Negara, Dana Rionald Silaban, mengatakan alasan mengapa Tommy Soeharto tak kunjung datang meski sudah dipanggil sampai dengan sore tadi. 

"Yang jelas Ada kuasanya, tapi pak Ronny nya hadir ya, Cahyo ini timnya (satgas BLBI) beliau adapah dirjen AHU (administrasi hukum umum). Jadi itu saja jawabannya,” kata Rionald saat ditemui, Kamis (26/8/2021). 

Namun demikian, Tommy Soeharto bukan nama yang asing di masyarakat. Dia kerap kali menjadi perbincangan di tengah masyarakat Indonesia.

Sepanjang hidupnya, tercatat Tommy pernah beberapa kali tersangkut masalah hukum. Berikut deretan kasus yang menyeret nama Tommy Soeharto:

Kasus Korupsi Bulog

Kasus korupsi yang melibatkan PT Goro Batara Sakti (GBS) dan Badan Urusan Logistik (Bulog) merupakan kasus yang terkait dengan  tukar guling tanah gudang beras milik Bulog dengan PT GBS pada tahun 1994. Kasus ini melibatkan nama Beddu Amang yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bulog dan pebisnis Ricardo Gelael. 

Pada 19 Februari 1999, Beddu Amang, Ricardo Gelael, dan Tommy Soeharto ditetapkan sebagai terdakwa oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka disebut merugikan negara hingga Rp 95,6 miliar. Namun, Tommy lolos dari segala dakwaan. Dengan alasan Majelis Hakim tidak menemukan bukti-bukti kuat, bahwa Tommy bersalah. 

Keberatan dengan keputusan Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum saat itu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada November 1999. Hampir setahun kemudian, tepatnya pada  22 September 2000, Majelis Hakim Mahkamah Agung yang diketuai oleh Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita memvonis Tommy bersalah atas kasus korupsi PT GBS dan Bulog. Dalam vonis tersebut, Tommy wajib membayar ganti rugi sebesar Rp 30 miliar, denda Rp 10 juta, dan hukuman kurungan 18 bulan penjara.

Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)

Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) memanggil 48 obligor dan debitur terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Salah satu yang dipanggil adalah putra bungsu Presiden Soeharto, Tommy Soeharto.

Tommy akan diminta keterangan  terkait penyelesaian hak tagih negara dana BLBI senilai Rp2,6 triliun. Selain Tommy, Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI turut memanggil direktur utama PT Timor Putra Nasional, Ronny Hendrarto Ronowicaksono. 

Pembunuhan hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita

Tommy Soeharto juga pernah mendekam di penjara terkait kasus pembunuhan terhadap hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita. Dalam persidangan terungkap, Tommy menjadi otak pembunuhan lantaran Ia beralasan merasa diperlakukan tidak adil dalam perkara korupsi Goro yang ditangani oleh hakim Syafiuddin.

Dalam persidangan, awalnya Tommy Soeharto dihukum 15 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun Tommy kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Hasilnya, Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan yang memimpin sidang PK Tommy memutuskan hukuman 10 tahun penjara untuk Tommy.

Skandal Golden Key

Kasus Golden Key yang sempat terkenal di tahun 1990an juga tak lepas dari nama Tommy Soheharto. Ia diketahui membeli saham salah satu pabrik atas usulan perusahaan kepunyaan Eddy Tansil, Golden Key.

Akhirnya, Bapindo/Bank Pembangunan Indonesia harus memberikan pinjaman 430 juta dollar Amerika atau lebih dari 1 triliun (mengacu pada kurs dollar AS ke rupiah saat itu) kepada Eddy guna menjalankan proyek pembangunan pabrik. Namun, Eddy Tansil tidak pernah membangun pabrik tersebut.

Bapindo hanya menelan pil pahit kerugian akibat aksi ini. Pada kasus tersebut, Tommy beraksi sebagai perantara dalam mengenalkan Tansil ke deretan pejabat Bapindo. Skandal ini baru terkuak 4 tahun setelahnya, yakni pada 1994. Ternyata, saham yang dibeli Tommy saat itu sudah dijual kembali pada pemegang saham lain di tahun 1993.

Tommy kemudian menjadi saksi dalam sidang Tansil. Satu hal yang tidak dimunculkan di persidangan adalah, Tommy merupakan salah satu pemilik perusahaan yang menerima pinjaman dari Bapindo tersebut. 

Skandal Lahan di Bali

Kasus lain yang menjerat Tommy adalah skandal lahan di wilayah Bali. Perusahaan milik Tommy, BPG (Bali Pecatu Graha) digugat oleh 200 petani di desa Pecatu, Badung, Bali. Gugatan ini bukan tanpa alasan.

Sebab, Tommy diketahui mengusir penduduk sebuah desa untuk kepentingan pembangunan resor di Pulau Serangan pada 1996. Mirisnya, masyarakat desa itu diusir secara paksa dengan menggunakan gas air mata oleh aparat.

Tommy hanya menghargai tanah milik warga sebesar Rp2,5 juta per 100 meter persegi. Padahal, harga pasaran tanah ketika itu adalah Rp20-30 juta per 100 meter persegi. Proyek pembangunan resor itupun terbengkalai pada 1998 saat krisis moneter melanda tanah air. (TYO)

(Poetra Achock Haekal/Tim Litbang MPI)

SHARE