ECONOMICS

Targetkan Rasio Elektrifikasi 100 Persen, RI Butuh Rp22 Triliun

Atikah Umiyani/MPI 20/01/2024 06:00 WIB

Kementerian ESDM mencatat realisasi rasio elektrifikasi (RE) mencapai 99,78% hingga akhir 2023. Sedangkan rasio desa berlistrik (RD) sebesar 99,83%. 

Targetkan Rasio Elektrifikasi 100 Persen, RI Butuh Rp22 Triliun. Foto: MNC Media.

IDXChannel - Kementerian ESDM mencatat realisasi rasio elektrifikasi (RE) mencapai 99,78% hingga akhir 2023. Sedangkan rasio desa berlistrik (RD) sebesar 99,83%. 

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman P. Hutajulu menerangkan, pemenuhan RE dan RD terus diupayakan oleh pemerintah hingga mencapai 100% untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. 

Meski demikian, Jisman mengatakan bahwa untuk mencapai RE 100% bukan perkara mudah. Selain berada di remote area, dana yang dibutuhkan untuk mengejar RE 100% juga tidak sedikit. Hingga 2025, dibutuhkan dana sebesar Rp22,08 triliun. 

"Kami sudah hitung bersama PLN, kita sudah konsinyiring 3 hari 3 malam untuk menghitung berapa sih kebutuhan anggaran untuk menyelesaikan 100% RE dalam 2 tahun ke depan, sampai 2025 ada Rp22,08 triliun," ujarnya.

Dari sekitar Rp22 triliun tersebut, akan difokuskan menjadi tiga hal, yaitu dengan perluasan jaringan yang mencapai porsi 55,59%. Kemudian pembangunan pembangkit komunal dengan porsi 44,33%, pada umumnya menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) ditambah baterai, dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) sebesar 1,3 MW di 20 lokasi.

"Kita akan lakukan perluasan jaringan nanti, tapi jika jaringan PLN masih jauh kita nanti upayakan menggunakan energi setempat pembangkit komunal untuk memperkuat menggunakan baterai," imbuh Jisman.

Selain itu akan diterapkan program dari Ditjen EBTKE Kementerian ESDM yaitu Alat Penyalur Daya Listrik  (APDAL) dan Stasiun Pengisian Energi Listrik (SPEL) yang diperuntukkan di daerah yang sulit dijangkau, dengan porsi 0,08%.

Lebih lanjut, Jisman mengatakan dari jumlah RE yang mencapai 99,78% pada 2023, sebanyak 98,32% listriknya berasal dari listrik PLN, dan 1,46% sisanya berlistrik non-PLN, seperti dari program-program Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE), maupun program dari Kementerian lain menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk di remote area.

"Namun, ke depan kita menginginkan supaya lebih sustain dan lebih andal ini kelistrikan di rumah tangga, termasuk di remote area itu, agar dilayani oleh PLN. Karena pelayanan PLN itu akan lebih baik daripada yang swakelola," ujar Jisman.

Selain itu, dengan menikmati jaringan listrik dari PLN, masyarakat yang tidak mampu khususnya yang berada di wilayah timur Indonesia juga bisa menikmati subsidi listrik yang sama dengan masyarakat lainnya serta menerima haknya sebagai warga negara. Sementara apabila menggunakan listrik yang berasal dari swakelola atau non-PLN, tidak ada subsidinya.

Adapun, hingga akhir Desember 2023, jumlah rumah tangga belum berlistrik diproyeksikan sebanyak 185.662 rumah tangga. Sementara sebanyak 140 desa belum dialiri listrik. 

Dari jumlah tersebut, 12 desa di Provinsi Papua Barat Daya, 9 desa di Papua, 56 desa di Papua Pegunungan, 47 desa di Papua Tengah, dan 16 desa di Papua Selatan.

(NIA)

SHARE