ECONOMICS

Tarif Dagang AS Ganggu Ekspor-Impor Jateng, BI Dorong Pelaku Usaha Garap Pasar Domestik

Eka Setiawan/Kontri 05/05/2025 18:51 WIB

BI Jateng memfasilitasi kerja sama petani-petani dengan perusahaan makanan minuman besar sebagai antisipasi penerapan tarif dagang oleh AS.

Tarif Dagang AS Ganggu Ekspor-Impor Jateng, BI Dorong Pelaku Usaha Garap Pasar Domestik. (Foto: Eka Setiawan/INews Media Group)

IDXChannel - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah (KPwBI Jateng) memfasilitasi kerja sama petani-petani dengan perusahaan makanan minuman besar di provinsi tersebut untuk terus bisa memberikan suplai bahan mentahnya.

Kebijakan ini diambil sebagai strategi agar para petani maupun pelaku usaha di Jawa Tengah tetap berkembang di tengah dinamika ekonomi global. Terutama kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menetapkan tarif resiprokal 32 persen ke Indonesia.

“Semenjak Amerika pemerintahan yang baru, kan mereka melakukan penerapan tarif. Penerapan tarif ini menyebabkan kegiatan-kegiatan sektor internasional, ekspor impor menjadi agak sedikit terganggu,” kata Kepala KPwBI Jateng Rahmat Dwisaputra saat kegiatan Central Java Invesment Businnes Forum (CJIBF) 2025 dan UMKM Gayeng di Kota Semarang, Senin (5/5/2025).

Kebijakan bea masuk yang diterapkan AS ini memang belum final, namun demikian BI langsung mengambil strategi agar perekonomian domestik di Jateng tetap tumbuh.

“Kita coba fokus ke domestik, konsumsi rumah tangga dan investasi. Nah, investasi ini kita coba business matchingkan antara industri makanan dan minuman yang besar di Jateng dengan suplier-suplier garam misalnya,” kata dia.

“Hasil dari petani garam di Jateng itu enggak jelek-jelek amat, dekat standar garam industri. Nah ini yang sedang kita coba fasilitasi kerjasama para industri, perusahaan makanan minuman besar untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas petani garam. Sudah sepakat ya, petani garam Pati dan Jepara untuk lebih ke realisasi suplai garam industrinya ke perusahaan makanan minuman besar,” lanjutnya.

Hal itu juga sejalan dengan tema CJIBF 2025 dan UMKM Gayeng yang menekankan ekonomi hijau dan energi terbarukan. Jawa Tengah produk domestik regional bruto disumbang industri manufaktur di mana 46 persennya didominasi makanan dan minuman yang berkaitan erat dengan sektor pertanian dalam arti luas.  

Beberapa negara potential buyer, sebut Rahmat, seperti Australia selalu menanyakan barang-barang konsumsi yang diproduksi apakah menggunakan energi terbarukan atau tidak. Sehingga, tema ini akan ditindaklanjuti fasilitasi agar produksi tetap berjalan namun tetap dalama koridor ekonomi hijau.

“Sehingga kami fokusnya tetap ke sana, meski kami tidak menampik adanya industri non-hilirisasi pertanian. Kami memberikan usulan kepada Pemprov Jateng untuk fokus kepada hilirasi pertanian, downstream industri.  Saya rasa ini sejalan juga dengan Astacita, yaitu swasembada pangan dan energi,” kata Rahmat.

Pada gelaran CIJBF dan UMKM Gayeng 2025 ini, yang digelar sejak Kamis 1 Mei dan puncaknya hari ini, Senin (5/5/2025), dari sektor UMKM bisa meraup lebih dari Rp400 juta. Sementara terkait investasi, sudah ada 16 LOI (Letter of Intent, kesepakatan awal bisnis) yang nilainya hingga ratusan miliar rupiah.

“Dari perusahaan tekstil Rp200 miliar, itu kita business mathchingkan, Teh Tambi itu USD600.000, totalnya ada 16 LOI capaiannya,” tutur Rahmat.  

Pada kegiatan CJIBF dan UMKM Gayeng 2025 itu hadir perwakilan dari sejumlah negara Asia, Australia hingga Eropa. Di antaranya; Duta Besar Belarusia, Duta Besar Bangladesh, Konjen Australia dan perwakilan negara calon investor dan buyer dari Denmark, Swedia, Jepang, Singapura, Hongkong dan Turki. 

(Febrina Ratna Iskana)

SHARE