ECONOMICS

Tarif Pelayaran Global Naik hingga 170 Persen, Risiko Inflasi Tinggi Menanti?

Maulina Ulfa - Riset 16/01/2024 10:59 WIB

Serangan kelompok militan Houthi di Laut Merah membuat tarif perkapalan global naik signifikan di awal 2024.

Tarif Pelayaran Global Naik hingga 170 Persen, Risiko Inflasi Tinggi Menanti? (Foto: Freepik)

IDXChannel - Serangan kelompok militan Houthi di Laut Merah membuat tarif perkapalan global naik signifikan di awal 2024.

Terlebih, kawasan Laut Merah merupakan jalur penting bagi kapal-kapal tanker dan jalur pengiriman sejumlah komoditas utama dunia.

Bloomberg melaporkan pada 4 Januari lalu, konflik di Laut Merah telah mendorong tarif pengiriman mengalami peningkatan signifikan pada bulan ini dengan kenaikan lebih dari 150 persen untuk tarif dari Asia ke Eropa dan lebih dari 40 persen untuk tarif dari Asia ke Amerika Utara.

Tarif spot untuk pengiriman barang dalam kontainer berukuran 40 kaki dari Asia ke Eropa utara sekarang mencapai USD4.000, melonjak 173 persen dibandingkan sebelum pengalihan dimulai pada pertengahan Desember menurut data Freightos.com, platform pemesanan dan pembayaran kargo. Angka ini setara Rp62,36 juta (Kurs Rp 15.589 per USD).

Biaya barang dari Asia ke Mediterania juga meningkat menjadi USD5.175 atau setara Rp80,67 juta. Freightos menambahkan, beberapa operator telah mengumumkan harga di atas USD6.000 untuk rute ini mulai pertengahan Januari. Tarif dari Asia hingga Pantai Timur Amerika Utara telah meningkat 55 persen menjadi USD3.900 untuk kontainer berukuran 40 kaki atau setara Rp60,79 juta dengan kurs yang sama.

Di lain pihak, menurut Drewry World Container Index, tarif pengiriman dari China ke Eropa meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 21 Desember, dan tarif dari Shanghai ke Los Angeles naik 30 persen.

Lonjakan tarif ini merupakan implikasi dari perlambatan lalu lintas Terusan Suez, yang telah merosot lebih dari seperempatnya dalam beberapa hari terakhir. Ini karena kapal-kapal terpaksa mengambil rute yang lebih panjang untuk menghindari serangan rudal dari militan Houthi yang didukung Iran di Yaman.

Kelompok Houthi mengatakan mereka akan memburu kapal mana pun yang memiliki hubungan dengan Israel, meskipun hubungan tersebut tampak semakin lemah.

Perusahaan pelayaran menaikkan harga ketika kapasitasnya terbatas, dan menambahkan biaya tambahan untuk waktu tambahan yang diperlukan untuk mengirimkan barang dan selama periode sibuk dalam setahun.

Sementara itu, menurut data IMF PortWatch, terjadi penurunan jumlah transit harian di kawasan konflik, terutama di selat Bab el-Mandeb, yang terletak di dekat serangan baru-baru ini di Laut Merah. Jumlah kapal kargo hanya mencapai 22 dan kapal tanker pengangkut minyak hanya mencapai 26 kapal per 8 Januari 2024. Angka ini jauh menurun dibanding sebulan sebelumnya yang mencapai 48 untuk kapal kargo dan 31 untuk kapal tanker. (Lihat grafik di bawah ini.)

Sementara, di Terusan Suez, juga terjadi penurunan transit dan volume perdagangan dengan daily transit trade volume mencapai 3.531.208 per 6 Januari 2024. Angka ini turun drastis dibanding sebulan sebelumnya pada 6 Desember 2023 di mana daily transit trade volume masih mencapai 5.047.284. (Lihat grafik di bawah ini.)

Kondisi ini dikhawatirkan bisa mendorong risiko geopolitik dan juga ancaman terhadap naiknya harga komoditas global.

Riset Algo Research yang dipublikasikan pada Senin (15/1/2024) menyoroti potensi inflasi harga komoditas imbas adanya kenaikan tarif pelayaran barang global dan penurunan jumlah pengiriman barang ini.

Memasuki 2024, koalisi AS-Inggris yang menyerang pangkalan-pangkalan Houthi sebagai respon serangan baru-baru ini terhadap kapal-kapal kargo di Laut Merah, yang telah mengganggu dan menunda (mengalihkan rute ke Tanjung Harapan) barang-barang yang mengalir dari Asia ke Barat.

Beberapa ahli berpendapat bahwa hal ini merupakan eskalasi (dan provokasi) untuk memicu konflik yang lebih luas di Timur Tengah (dengan menyeret Iran) menyusul perang antara Israel dan Palestina. Meski demikian, Algo Research berpendapan kondisi ini masih belum memiliki dampak signifikan bagi inflasi.

“Oleh karena itu, banyak pihak yang menyerukan dimulainya kembali inflasi dan harga komoditas, namun menurut kami hal tersebut belum terjadi,” tulis Algo Research.

Menurut Algo, perkiraan perlambatan ekonomi AS juga akan membebani prospek komoditas.

“Kecuali, kita melihat adanya pemulihan yang signifikan di China (sisi permintaan) atau keterlibatan langsung dalam konflik dengan Iran (sisi penawaran). Selanjutnya, kita belum melihat adanya penyesuaian harga pada harga komoditas lain seperti minyak dan ekspektasi suku bunga riil yang masih menjadi fokus pasar,” imbuh riset tersebut. (ADF)

SHARE