ECONOMICS

Telkom Targetkan 1.000 Desa di Indonesia Terhubung Ekosistem Digital

Arif Budianto/Kontributor 23/08/2021 12:13 WIB

Telkom menargetkan sebanyak 1.000 desa di Indonesia terkoneksi dengan ekosistem digital melalui program Telkom Smart Village Nusantara (SVN).

Telkom Targetkan 1.000 Desa di Indonesia Terhubung Ekosistem Digital (Dok.MNC Media)

IDXChannel - PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) menargetkan sebanyak 1.000 desa di Indonesia terkoneksi dengan ekosistem digital melalui program Telkom Smart Village Nusantara (SVN). Saat ini, sebanyak 300 desa telah terhubung dengan digitalisasi Telkom. 

CEO Simpeldesa Reno Sundara mengatakan, sejak pertama diluncurkan September 2019, aplikasi terus menuai respon positif. Total pemerintah desa yang menggunakan mendekati 300 lokasi. Namun, jika dihitung dari jumlah desa di Indonesia, jumlah tersebut masih sedikit dan perlu upaya untuk melakukan percepatan.

"Kami optimistis tahun ini pengguna bisa mencapai 1.000 desa. Aplikasi ini tidak membuat orang desa gigit jari. Kalau ada pembayaran-pembayaran, ada kas yang masuk ke desa dan nantinya balik ke warga berbentuk pembangunan. Itu baru dari sisi smart economy-nya saja, belum dengan manfaat smart goverment dan smart society," kata dia.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, dari 83.931 desa di Indonesia, 69.184 desa adalah penghasil ekonomi menjadi produsen sayur dan buah yang dibudiyakan (agrikultur). Kemudian 20.032 desa memiliki lahan persawahan, 3.112 desa adalah pemasok perikanan, dan 336 desa adalah pemasok komoditas peternakan. 1.902 desa tersebut tercatat adalah desa wisata. 

Kekayaan tiap desa demikian tinggi namun tak selalu sebangun kualitas kehidupan pada masyarakat pedesaan itu sendiri, sehingga digitalisasi menjadi kebutuhan. Menurut dia, berbasis konsep digitalisasi pemberdayaan dan bagi hasil, simpeldesa pun makin berdampak setelah disokong program Telkom Smart Village Nusantara dari Divisi DxB (Digital neXt Business), DGS (Divisi Goverment Service), dan Witel se-Indonesia. 

Ketua BUMDes Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Nana Mulyana mengatakan, aplikasi SVN yakni simpeldesa juga membuka peluang penambahan pendapatan warga desa yang melakoni usaha mikro. Khususnya dalam penyedian jasa pembayaran mulai dari listrik, pulsa, dan lainnya. 

Menurut dia, sejak menggunakan simpeldesa dua bulan lalu, transaksi harian dari Mitra BUMDes meningkat. Yakni warung kelontongan/warga yang membuka jasa pembayaran tersebut berada di kisaran 10 transaksi per hari dengan skema bagi hasil keuntungan 70% untuk mitra dan 30% untuk BUMDes. 

"Selain pembayaran, kami juga sudah punya usaha sewa kursi lipat yang jumlahnya sudah mendekati 200 buah. Juga, menjadi mitra pemasok susu sapi perah ke KPSBU di Kecamatan Lembang dengan kepemilikan enam sapi dari BUMDes," sambungnya. 

Nana mengatakan, aplikasi simpeldesa dalam pemberdayaan ekonomi memang masih merintis. Akan tetapi, untuk layanan administrasi kependudukan, smart government, sudah sangat terasa manfaatnya bagi warga dengan 20% dari total 3.614 penduduk menggunakannya. 

"Tinggal masalah merubah kebiasaan saja karena belum semua warga mau dan terbiasa menggunakan aplikasi digital. Menu yang ada juga harapannya bisa adopsi untuk usaha kursi lipat dan susu sapi perah, agar lebih meluas penggunaannya ke depan," katanya.

Direktur BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) Sambimulyo di Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Giyatno mengatakan, pengelolaan obyek wisata Tebing Breksi menjadi lebih mudah setelah menggunakan eLok (Elektronik Loket) yang disokong program Smart Village Nusantara (SVN) PT Telkom. 

"Sebelumnya kami hitung semua pemasukan manual, tapi itu merepotkan. Setelah gunakan eLok, berapa pemasukan tiket harian keliatan langsung, berapa dari parkir bisa dicek di dashboard, sehingga transparansi langsung tercipta," katanya dalam keterangan persnya.

Hal ini sangat penting. Sebab, pendapatan asli desa (PAD) dari obyek wisata di desanya sudah cukup signifikan. PAD tahun 2019 mencapai Rp1,2 miliar per tahun, padahal desa ini sebelumnya masuk desa miskin mengacu data BPS tahun 2010 dengan pendapatan Rp10 juta/tahun.  

Selain itu, seiring meluasnya desa wisata di Indonesia, destinasi di desanya berkembang ke empat unit penginapan lengkap ruang pertemuan di Balkondes Sambirejo. Dalam waktu dekat, akan dikembangkan Watu Payung yang menjadi spot menarik melihat sunrise dan sunset. 

Giyatno mengatakan, destinasi ini akan bertambah dengan wisata budaya yang sudah eksis sejak lama di wilayah tersebut sekalipun tidak di bawah pengelolaannya. Seperti Candi Ijo, Candi Barong, Candi Nigiri, Candi Dawung, Sumur Bandung, dan peninggalan sejarah lainnya.

"Digitalisasi itu kebutuhan karena segalanya tercatat rapih dan mudah dicek. Kendala utamanya ya masih di pandemi karena tempat wisata belum bisa buka, sehingga pendapatan 2020 turun ke Rp400 juta dan tahun ini malah belum sampai Rp200 juta dari Januari sampai Agustus," katanya. 

(IND) 

SHARE