Terbesar se-ASEAN, Ini Profil Pabrik Petrokimia Lotte di Cilegon
pembangungan pabrik baru ini menjadi simbol kemitraan kuat antara Korea Selatan dan Indonesia, serta landasan penting bagi penguatan industri petrokimia nasiona
IDXChannel - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengapresiasi peresmian pabrik baru PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Banten, yang merupakan pabrik petrokimia terbesar di Asia Tenggara (ASEAN).
Agus mengatakan, fasilitas baru ini menandai realisasi komitmen investasi jangka panjang dari Lotte Group dan menjadi bukti kuatnya kepercayaan investor terhadap iklim industri di Indonesia, khususnya di sektor kimia dasar.
Agus mengungkapkan, kebutuhan bahan kimia nasional pada 2024 mencapai lebih dari 53 juta ton per tahun, dengan 72 persen di antaranya berbasis migas dan batu bara.
Namun, kapasitas produksi dalam negeri belum mampu memenuhi seluruh permintaan tersebut, sehingga impor petrokimia masih mendekati USD11 miliar per tahun dan meningkat sekitar 10 persen setiap tahunnya.
"Karena itu, pembangunan pabrik Lotte Chemical Indonesia New Ethylene (LINE) menjadi langkah strategis mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan kimia dasar," ujar Agus dalam keterangan resmi, Jumat (7/11/2025).
Dengan nilai investasi hampir Rp60 triliun, proyek LINE menjadi salah satu investasi terbesar di Indonesia sekaligus menghadirkan fasilitas Nafta Cracker kedua di Tanah Air setelah lebih dari 30 tahun.
Selain memberikan multiplier effect bagi industri nasional, pabrik baru PT LCI juga tentu akan membuka peluang bagi tumbuhnya industri turunan baru berbasis produk aromatik dan olefin.
Chairman LOTTE Group Shin Dong-bin mengatakan, pembangungan pabrik baru ini menjadi simbol kemitraan kuat antara Korea Selatan dan Indonesia, serta landasan penting bagi penguatan industri petrokimia nasional.
"Proyek ini merupakan salah satu investasi terbesar perusahaan Korea di Indonesia, melambangkan kemitraan yang kuat antara kedua negara, serta akan menjadi fondasi penting untuk memperkuat industri petrokimia Indonesia dan daya saing nasionalnya,” kata dia.
Kompleks seluas 110 hektare ini memiliki kapasitas produksi naphtha cracker sebesar 3 juta ton per tahun, menghasilkan 1 juta ton etilena, 520 ribu ton propilena, 350 ribu ton polipropilena, 140 ribu ton butadiena, dan 400 ribu ton BTX (benzena, toluena, xilena) setiap tahun.
Fasilitas ini mulai beroperasi secara komersial pada Oktober 2025 dan terintegrasi dengan pabrik polietilena (PE) berkapasitas 450 ribu ton yang telah beroperasi sebelumnya, sehingga diharapkan mampu meningkatkan efisiensi rantai produksi.
Dengan teknologi desain mutakhir dari Korea, kompleks ini menggabungkan efisiensi energi tinggi dan sistem rendah karbon.
Fasilitas ini juga dirancang untuk menggunakan hingga 50 persen LPG selain naphtha sebagai bahan baku utama, memungkinkan efisiensi biaya dan operasional yang signifikan.
Selain itu, implementasi sistem digital Asset Information Management (AIM) berbasis model 3D juga memperkuat
integrasi data dan pemeliharaan preventif, meningkatkan keandalan dan produktivitas fasilitas.
"Dari kompleks ini, LCI diproyeksikan mampu menciptakan nilai ekonomi sekitar USD2 miliar per tahun, memperkuat rantai pasok industri hilir, sekaligus berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat dan berkelanjutan," ujarnya.
(NIA DEVIYANA)